
DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah kebijakan penyesuaian Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), capaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Denpasar hingga Agustus 2025 mencapai 85 persen dari target Rp125 miliar.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Denpasar, IGN Eddy Mulya, Selasa (2/9) mengatakan, partisipasi masyarakat Denpasar cukup baik dalam menjalankan kewajiban sebagai Wajib Pajak (WP). Ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, dan kemampuan membayar masyarakat juga dinilai baik (ability to pay).
Ia mengaku cukup kaget dengan capaian PBB P2, yaitu 85 persen. Padahal ia memasang target 75 persen. Dengan capaian tersebut, ia menilai insentif fiskal yang diberikan sejak tahun lalu menjadi alat edukasi yang baik untuk masyarakat. “Jika tidak teredukasi dengan baik, maka 85 persen itu tidak akan tercapai,” ujarnya.
Tercapainya pajak tersebut di tengah kenaikan NJOP, karena insentif fiskal yang diberikan Pemkot Denpasar. Pemkot, dikatakan telah mengantisipasi potensi ekses di masyarakat dengan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang HKPD yang mulai diberlakukan 2024, dengan menyesuaikan NJOP pada tahun lalu. Ditambah dengan keluarnya Perwali nomor 14 tahun 2024 yang memberikan insentif fiskal. Tak tanggung-tanggung, insentif fiskal yang diberikan maksimal 37,5 persen dan pembebasan sanksi denda administratif.
Menurutnya, sankai denda administratif cukup menarik bagi masyarakat yang menunggak PBB-P2 beberapa kali. Insentif fiskal ini tidak hanya meringankan beban masyarakat dengan kenaikan NJOP yang menjadi faktor pengali dari PBB P2, tapi juga menstimulus masyarakat yang menunggak pajak untuk membayar kewajibannya. “Sedangkan pencapaian target PBB kita 100 persen lebih tahun lalu (2024), itu menunjukkan respon masyarakat baik, kepeduliannya tinggi, struktur fiskal kita terbantu,” ujarnya.
Namun setelah keluarnya SE Mendagri nomor SE 900.1.13.1/4528/SJ tentang penyesuaian penetapan kebijakan pajak dan retribusi daerah, Bapenda melihat masyarakat telah teredukasi dengan baik. Sebab pada poin 2a disebutkan, dalam menetapkan kebijakan pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah, untuk memperhatikan kondisi masyarakat agar tidak menimbulkan beban khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada poin 2c disebutkan, penyesuaian tarif pajak daerah dan retribusi daerah, disertai dengan analisis dampak sosial-ekonomi masyarakat serta hasil penilaian atas objek pengenaan pajak dan retribusi daerah dan terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat. Pada poin 2d juga disebutkan, kepala daerah dapat menunda atau mencabut Perkada pemberlakuan kenaikan tarif dan/atau kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan memberlakukan Perkada tahun sebelumnya, terutama kenaikan yang memberatkan masyarakat sesuai dengan kondisi wilayah.
Mencermati poin tersebut, pihaknya telah memberikan treatment berupa insentif fiskal di Denpasar sejak tahun lalu, dan dinilai berhasil diterapkan di masyarakat. Dengan demikian Bapenda dinilai telah tunduk pada surat edaran tersebut dan juga telah memperhatikan kondisi masyarakat. “Kita sudah lebih awal menginisiasi dengan kebijakan insentif fiskal sehingga tidak sampai memberatkan masyarakat,” tandasnya.
Dengan demikian, ia optimis target PAD dapat tercapai dari Rp1,5 Triliun pada APBD induk 2025, kemudian naik menjadi Rp1,710 Triliun pada APBD perubahan 2025. (Citta Maya/balipost)