Kondisi saluran irigasi yang mengering akibat kemarau panjang di wilayah Selemadeg, Tabanan. (BP/istimewa)

 

TABANAN, BALIPOST.com – Ancaman kekeringan mulai menghantui lahan pertanian tadah hujan di Kecamatan Selemadeg, Tabanan. Data dari Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Selemadeg dan para pekaseh menyebutkan, kawasan Subak Bulung Daya, Desa Antap menjadi salah satu yang paling terdampak.

Dari luas subak 138 hektar, hampir 50 persen atau sekitar 69 hektar kini berisiko kekeringan karena sangat bergantung pada curah hujan. Kondisi ini dirasakan di Tempek Bulungdaya dan Tempek Kemuning.

Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Antap, Kadek Diah Pradnyani, menjelaskan kekeringan ini melenceng dari prediksi Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan tahun ini akan terjadi kemarau basah.

Baca juga:  Mengenang Bom Bali 2002, Jejak Para Pelaku yang Tewaskan 202 Orang Itu

“Tahun ini seharusnya banyak potensi hujan, tetapi kenyataannya tidak demikian. Subak ini sangat bergantung pada curah hujan. Jadi kalau tidak turun hujan dalam waktu cukup lama, irigasi otomatis kering,” ujarnya, Selasa (26/8).

Menurutnya, curah hujan yang cukup tinggi pada Juni dan Juli sempat membuat petani sumringah dan bersemangat menanam padi. Masa tanam yang dimulai pada Juli juga sempat terganggu karena saluran irigasi di Bajera jebol, jadi menghambat aliran air ke Subak Bulungdaya. Meski perbaikan saluran sudah dilakukan, progres tanam tetap melambat dan kini usia padi baru mencapai 2–3 minggu.

Baca juga:  ''Ngurek'' Pakai Keris Saat Kerauhan, Suardana Terluka

“Beberapa lahan yang dekat sumber air bisa diselamatkan dengan pompa. Tapi yang jauh dari sumber air benar-benar hanya mengandalkan hujan. Dari subak sudah mencoba mengajukan permohonan sumur bor, tetapi belum terealisasi,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tabanan, I Made Subagia, mengakui adanya ancaman kekeringan sejumlah lahan pertanian di Selemadeg. Pihak dinas telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi jangka pendek maupun panjang.

“Petani kami arahkan untuk menghemat penggunaan air dengan pola bergilir atau sistem sorog, sekaligus memperbaiki saluran irigasi yang rusak agar tidak ada kebocoran air,” ungkapnya.

Baca juga:  Puluhan Hektare Sawah di Buleleng Kekeringan

Selain itu, Dinas Pertanian juga mendorong pemanfaatan teknologi dan alternatif sumber air seperti pompanisasi dan sumur bor. Untuk jangka panjang, kata Subagia, perlu dilakukan pembangunan atau perbaikan bendungan dan dam parit agar air berlebih dapat ditampung saat musim hujan dan dimanfaatkan di musim kemarau.

“Kami juga mendorong penggunaan varietas padi yang lebih tahan kekeringan, seperti Inpago, Inpari 39, Inpari 42, dan varietas gogo lainnya,” jelasnya.
Berbeda dengan Selemadeg, kawasan lain seperti Selemadeg Timur kini lebih banyak menanam palawija seperti jagung, dan belum menunjukkan tanda-tanda kekeringan. (Dewi Puspawati/balipost)

 

BAGIKAN