
MANGUPURA,BALIPOST.com – Upaya menjaga kebersihan pantai di Badung semakin diperkuat melalui kolaborasi pemerintah desa, komunitas, dan pihak swasta. Salah satu terobosan terbaru lahir dari kerja sama Desa Tibubeneng dengan FINNS Bali dan EcoBali, yang meluncurkan inovasi pengelolaan sampah berbasis teknologi dan pemberdayaan masyarakat.
Sejak 2019, Desa Tibubeneng telah menggandeng EcoBali untuk membentuk bank sampah di tiap banjar. Program ini kembali diaktifkan agar penyerapan sampah lebih maksimal. “Dari bank sampah diambil setiap bulan sekali dengan jumlah rata-rata 200 hingga 500 kilo dari berbagai jenis sampah yang sudah terpilah, seperti plastik, kardus, dan kaleng,” ungkap Bali Service Area Senior Lead, Ni Putu Dwi Septiantari di sela kegiatan FINNS Future Nation pada Selasa (19/8).
Menurutnya, kerja sama serupa juga dilakukan dengan pihak pengelola FINNS Bali dengan mengambil sampah yang telah dipilah setiap bulannya. “Begitu halnya dengan FINNS yang rutin melakukan pemilahan minimal dua kali sebulan. Untuk MoU kali ini, kami melanjutkan kerja sama dengan Tibubeneng, sedangkan dengan Finns sudah berjalan melalui inovasi robot pembersih pantai,” jelasnya.
Dalam setahun terakhir, FINNS mengirim sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berhasil ditekan dari 80% menjadi hanya 20%. Target berikutnya lebih ambisius, pada 2026, hanya 5% sampah yang berakhir di TPA.
“Ini perjalanan panjang, tapi hasilnya nyata. Sejak awal berdiri, kami sadar bahwa CSR saja tidak cukup. Bali butuh komitmen ESG yang lebih serius,” ujar Wayan Asrama, Direktur FINNS Bali.
Untuk menopang program itu, FINNS membangun fasilitas pemilahan sampah seluas 200 meter persegi dengan kapasitas 5 ton per hari. Sejauh ini, lebih dari 1 juta kilogram sampah berhasil dialihkan dari TPA, setara dengan berat 200 ekor gajah. Robot pembersih pantai juga menjadi bagian dalam program ini. Mesin buatan Perancis yang dioperasikan di Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara. Robot yang dibanderol lebih dari Rp1 miliar ini bekerja menggunakan tenaga baterai listrik dengan waktu operasi hingga tiga jam.
Ignatius Arifin, operator Bebot, mengungkapkan keunggulannya. Beach Clean Bot (BeBot) ini mampu membersihkan sampah sebanyak 3 hingga 40 kilogram dalam tiga jam operasi, tergantung kondisi pasir. “Kalau pasir kering, robot bisa bekerja lebih cepat. Sampah yang tertanam sampai 10 sentimeter bisa terangkat, termasuk pecahan kaca, puntung rokok, plastik, hingga sisa makanan,” ujarnya.
SEG Manager FINNS Bali, Abdul Manap, menambahkan, robot ini efektif mengangkat sampah mikro yang sulit dijangkau secara manual. “Dari hasil uji coba, robot ini mampu mengumpulkan hingga 11 ribuan item sampah. Robot ini produksi Prancis dengan harga cukup mahal mencapai Rp1 miliar lebih,” katanya.
Perbekel Tibubeneng, Made Kamajaya, menyambut baik kehadiran teknologi ini. “Kami berterima kasih atas kerjasama dengan FINNS. Ini menjadi semangat untuk mengaktualisasikan penanganan masalah sampah di Desa Tibubeneng, yang merupakan tindak lanjut dari Perda Provinsi Bali dan Kabupaten Badung,” tegasnya.
Selain menghadirkan Bebot, desa juga menerima bantuan bibit bambu dari Universitas Warmadewa untuk ditanam di sepanjang sungai sebagai penahan abrasi. Program lain yang digencarkan adalah lubang sibiomasi atau teba modern untuk mengolah sampah organik di tingkat rumah tangga. “Tahun ini kami targetkan sekitar 700 lubang sibiomasi tersebar di setiap KK. Sehingga pada 2026, seluruh rumah tangga di Desa Tibubeneng sudah memiliki. Sampah organik masuk lubang sibiomasi, sementara sampah plastik ditangani lewat kerjasama dengan EcoBali. Kami juga sedang merancang pembangunan TPS 3R meski terkendala lahan,” terangnya.
Ia menegaskan, langkah konkret ini penting karena Desa Tibubeneng menghasilkan hampir 30 ton sampah per hari. “Kalau tidak ditangani serius, ini bisa jadi kiamat bagi desa kami. Apalagi kawasan ini merupakan daerah pariwisata yang mutlak harus dijaga keberlanjutannya,” tegasnya.
Kehadiran Bebot dan kolaborasi swasta diharapkan memperkuat upaya menjaga pantai Badung tetap bersih, nyaman, dan berdaya tarik bagi wisatawan. Lingkungan yang sehat bukan hanya kebutuhan masyarakat, tetapi juga modal utama keberlanjutan pariwisata Bali. (Parwata/Balipost)