Gubernur Bali, Wayan Koster saat menjawab pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terhadap Raperda Bale Kerta Adhyaksa, dalam Rapat Paripurna ke-32 DPRD Provinsi Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Selasa (12/8). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menjawab pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kerta Adhyaksa, dalam Rapat Paripurna ke-32 DPRD Provinsi Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Selasa (12/8).

Terhadap pandangan Fraksi Gerindra-PSI terkait penggunaan kata “Adhyaksa”, Gubernur Koster menjelaskan dalam bahasa Sansekerta berarti pengawas atau hakim tertinggi. Adhyaksa dalam hal ini tidak hanya identik dengan kejaksaan tetapi sebagai representasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebijaksanaan.

Baca juga:  Enam Orang Pejudi Sabung Ayam Diamankan

Penggunaan kata Adhyaksa dalam nama Bale Kerta Adhyaksa, mengandung makna bahwa dalam menangani perkara hukum umum yang terjadi dalam wewidangan Desa Adat, Bale Kerta Adhyaksa memadukan penerapan hukum adat yang hidup ditengah masyarakat (living law) dengan hukum positif.

Dengan materi pengaturan dalam Raperda, dikatakan bahwa Bale Kerta Adhyaksa merupakan lembaga yang netral, tidak merupakan reinkarnasi dari Raad van Kerta, sepakat memilih sebutan perkara (bukan konflik), sepakat tidak ada konflik norma, sepakat mengenai rumusan kejaksaan mengacu pada Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.

Baca juga:  Gubernur Koster Minta PKK Pantau Dampak COVID-19

“Raperda ini ditetapkan tahun ini, terkait pemberlakuan, sepakat menyesuaikan dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yaitu tanggal 2 Januari 2026,” ujar Koster.

Gubernur Koster sepakat bahwa Bale Kerta Adhyaksa diisi dengan SDM yang profesional. Yakni, memiliki kecakapan atau kompeten, kejujuran/integritas, dan independen yang akan ditambahkan dalam Pasal 9.

Terhadap pandangan umum Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golongan Karya, dan Fraksi Demokrat-Nasdem, Gubernur Koster sependapat untuk melakukan harmonisasi, sinkronisasi, dan penguatan koordinasi untuk mencegah tumpang tindih kewenangan maupun konflik yurisdiksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga:  Program Antipremanisme

Kostsr juga sependapat dengan saran untuk membangun mekanisme dokumentasi dan pelaporan yang tertib dan berbasis digital untuk menciptakan akuntabilitas dan menjadi referensi penyelesaian perkara serupa di masa mendatang. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN