
DENPASAR, BALIPOST.com – Hingga 20 Juli 2025, tercatat sebanyak 34.845 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Provinsi Bali sejak awal tahun.
Dari jumlah tersebut, 23.705 orang telah menerima Vaksin Anti Rabies (VAR), sementara kasus kematian akibat rabies mencapai 12 orang.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali, Kabupaten dengan jumlah GHPR tertinggi adalah Badung sebanyak 6.166 kasus, disusul Tabanan 4.440 kasus dan Denpasar 4.978 kasus.
Kematian tertinggi akibat rabies juga terjadi di Badung dengan 4 kasus, disusul Buleleng 2 kasus, Jembrana 2 kasus, Karangasem 2 kasus, Tabanan 1 kasus dan Gianyar 1 kasus.
Rata-rata kejadian GHPR per hari tercatat 183 kasus, atau sekitar 5.361 kasus per bulan.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali, drh. I Dewa Made Anom, menyampaikan potensi peningkatan rabies di Bali saat ini cukup mengkhawatirkan, dengan adanya 12 kasus suspect rabies pada manusia.
Ia menegaskan bahwa populasi anjing yang cukup besar, terutama anjing liar, menjadi salah satu tantangan utama dalam pengendalian virus rabies di Pulau Dewata.
“Pengendalian anjing liar harus dilakukan secara sistematis. Saat ini, kami menghadapi kendala di lapangan berupa pamflet dan kampanye yang menghalangi proses penanganan anjing liar. Beberapa pihak bahkan mencoba menggagalkan upaya ini tanpa dasar hukum yang jelas,” ungkap drh. Anom, Kamis (7/8).
Untuk itu, PDHI Bali mendorong kolaborasi dengan Satpol PP, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki visi dan misi sejalan dalam upaya penanggulangan rabies. Mereka menegaskan pentingnya penerapan SOP yang tidak membabi buta, namun tetap menargetkan hewan dengan gejala rabies berdasarkan pendekatan animal welfare.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan dukungannya atas langkah-langkah konkret yang telah dilakukan PDHI Bali dan instansi terkait. Ia menegaskan bahwa pengendalian anjing liar dan vaksinasi hewan peliharaan harus dilakukan dengan tegas namun tetap berperikemanusiaan, karena ini menyangkut keselamatan masyarakat luas.
“Jangan takut dalam pengendalian ini. Kita punya dasar hukum yang kuat. Kalau ada pihak-pihak yang menghalangi dan tidak memiliki kewenangan, silakan laporkan ke aparat berwenang,” tegas Gubernur Koster saat menerima audiensi PDHI Cabang Bali, Kamis (7/8).
Koster menyebut bahwa Peraturan Daerah (Perda) sudah ada dan menjadi dasar kuat bagi pemerintah untuk melaksanakan program pengendalian rabies secara sistematis dan legal.
Gubernur juga menekankan pentingnya pelibatan TNI dan Polri dalam pelaksanaan pengendalian rabies. Ini menurutnya penting agar penanganan dilakukan secara terkoordinasi dan terjamin keamanannya, apalagi mengingat bahwa rabies dapat menular ke manusia dan berdampak negatif pada citra pariwisata Bali.
“Ini menyangkut keselamatan manusia dan nama baik Bali sebagai destinasi pariwisata dunia. Jangan takut bekerja karena isu yang berseliweran di media sosial. Kalau terlalu takut, malah tidak bekerja,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Gubernur Koster menginstruksikan agar segera disiapkan penampungan bagi anjing liar sebagai bentuk penanganan yang manusiawi. Ia menegaskan bahwa pengendalian tidak harus berarti pembunuhan, melainkan pengelolaan yang terorganisir dan bertanggung jawab.
“Kita manusiawi saja. Tampung dan kendalikan, bukan berarti dibunuh. Tapi kita juga bicara soal penularan virus. Ini kewenangan pemerintah, bukan urusan pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Jalankan saja sesuai Perda,” tegasnya.
Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Bali, PDHI Bali, serta pihak-pihak terkait lainnya, Gubernur Wayan Koster berharap target Bali Bebas Rabies dapat tercapai dalam waktu dekat. Pemerintah pun terus memperkuat keberadaan Tim Siaga Rabies di desa-desa, yang selama ini telah aktif melakukan pemantauan dan tindakan lapangan.
“Kita tidak bisa lagi bekerja setengah-setengah. Ini soal nyawa dan keselamatan masyarakat. Semua harus bergerak, terkoordinasi, dan berpijak pada aturan hukum yang ada,” pungkas Gubernur Koster. (Ketut Winata/balipost)