
DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaku usaha truk mengalami kerugian ratusan miliar rupiah karena lumpuhnya jalur Denpasar-Gilimanuk buntut jebolnya jalan di Bajera, Tabanan. Untuk itu, pengusaha mengusulkan agar membuka 2 jalur penyeberangan sebagai alternatif agar bisa menekan biaya operasional yang dikeluarkan.
Diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Provinsi Bali, I Ketut Anom Putra Darsana, Jumat (11/7), jika truk sumbu 3 tidak boleh melewati jalur alternatif akibat jebolnya jalan di Bajera, Tabanan, dan diminta mengalihkan muatannya, biaya otomatis bertambah. “Biaya logistik yang tinggi, nambah biaya lagi. Kemudian untuk yang kecil-kecil ini, yang biasanya truk 6 roda ataupun truk CDD long, orang bilang yang 5 ton ke atas itu kan diarahkan melalui Singaraja, Bedugul, itu kan kondisinya agak curam, dengan lewat sana pun kita nambah 145 km. Untuk truk besar, tronton, sumbu 3 itu harus lewat ke Karangasem. Nah dengan lewat Karangasem itu sekitar 260-an km lagi nambah dari rute awal, jadi pembengkakan biaya juga, jadi itu yang harus ditanggung oleh pengusaha truk,” ungkapnya.
Ia mengatakan pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuka 2 jalur penyeberangan alternatif, yakni Banyuwangi–Padangbai atau Banyuwangi–Benoa guna mengurangi ketergantungan pada jalur darat yang kini terganggu. “Kemarin memang ada masukan dari teman-teman juga yang di Jatim, kenapa nggak buka line penyeberangan dari Banyuwangi ke Padangbai, Banyuwangi ke Benoa. Kita sudah sampaikan juga masukan itu ke Dinas Perhubungan,” ungkapnya.
Hanya saja, ia mengutarakan Dinas Perhubungan tidak segampang itu melakukan pembukaan jalur penyeberangan alternatif ini. “Kajian-kajiannya itu untuk dermaga-dermaga itu bagaimana. Kita kan nggak bisa juga artinya seketika untuk membuat jalur itu. Jadi kita sudah sampaikan saja masukan-masukan itu, sekarang tinggal dari regulator ataupun dinas-dinas yang handle itu yang akan menganalisa seperti apa,” jelasnya.
Pelaku usaha, diakuinya, memahami jika ini merupakan force majeur. “Jadi force majeur ini yang kita harapkan memang gerak cepat dari PU ataupun dinas yang menangani. Yang sudah kita lihat memang sudah kita apresiasi juga sangat cepat dalam hal ini. Mungkin walau pun dalam estimasinya dianggap 1 bulan, mungkin bisa lebih cepat dari itu,” sebut Anom.
Anom menuturkan bahwa komunikasi terus dijalin dengan Dinas Perhubungan Provinsi Bali, termasuk dengan Bidang Angkutan Jalan. Ia menyebut kondisi darurat ini dipahami sebagai bencana alam, sehingga Aptrindo memilih mendukung langkah pemerintah dalam penanganan situasi.
“Kita sampaikan juga ke anggota bahwa kondisinya memang seperti ini, apalagi untuk teman-teman yang di luar Bali, kita sudah sampaikan informasinya, di-update informasinya agar teman-teman juga paham dengan kondisi ini,” ujarnya. (Ketut Winata/balipost)