
DENPASAR, BALIPOST.com – Panggung Kalangan Ayodya mendadak hidup ketika Sekaa Drama Gong Kanti Budaya dari Bangli naik pentas membawakan lakon “Beruk Sakti” dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVII Tahun 2025, Senin (7/7) malam.
Tontonan berdurasi 3 jam itu menyuguhkan bukan hanya kisah klasik berlatar kerajaan, tetapi juga kepiawaian dalam memadukan humor, gamelan, dan drama yang segar—seakan membawa semangat baru dalam genre drama gong yang populer sejak era 1980-an.
Dengan komando Nengah Dwi Madyayani, S.Sos., dan ide cerita dari Sang Ayu Ganti, S.Sos., M.Pd.H., pertunjukan ini memikat penonton sejak awal. Gending pembuka “Gambang Suling” karya maestro Wayan Beratha, menjadi pembuka magis yang dimainkan oleh 27 penabuh muda, sementara 22 penari menjalin adegan demi adegan dengan ritme lincah dan dramatis.
Salah satu kekuatan utama malam itu adalah komedi segar dari karakter Topok, Dolir, dan Golek yang dimainkan penuh totalitas oleh para aktor. Gelak tawa penonton pun kerap pecah, menjadi jeda alami dari ketegangan drama yang berkembang di panggung.
Lakon Beruk Sakti berakar dari cerita klasik yang penuh intrik politik dan pencarian jati diri. Dikisahkan, Raja Koripan yang telah uzur ingin turun tahta.
Namun sang Putra Mahkota menolak naik takhta karena belum memiliki pendamping hidup. Di balik keputusan ini, tersembunyi ambisi licik Patih Agung, yang ingin menjodohkan sang putra dengan Putri Pejarakan—anak asuhnya sendiri.
Putra Mahkota lalu pergi berburu dan menyamar untuk mengenal rakyatnya. Di perjalanan, ia bertemu dengan gadis misterius yang ternyata anak dari Ki Dukuh Sakti.
Cinta pun tumbuh, namun takdir berkata lain—Patih Agung muncul membawa pesan agar sang putra segera datang ke Pejarakan.
Konflik memuncak saat sang gadis diserang oleh liku dan anak buah Patih, namun diselamatkan Ki Dukuh. Dari sinilah terungkap bahwa sang gadis adalah Putri Raja Daha, kerajaan yang hancur akibat serangan Raja Pejarakan dan Patih Agung.
Puncak cerita terjadi ketika diadakan uji identitas: siapa yang mampu masuk ke dalam beruk sakti adalah sang putri sejati. Tanpa pikir panjang, sang liku masuk lebih dulu, terperangkap, dan tak bisa keluar. Akhirnya, kebenaran terungkap—dan keadilan berpihak pada yang benar.
Penampilan Kanti Budaya malam itu menjadi penegasan bahwa drama gong tidak hanya bisa bertahan di tengah gempuran hiburan modern, tetapi juga bisa berkembang dengan gaya baru yang lebih segar dan relevan.
Cerita klasik berpadu kekuatan akting, musik tradisi, dan sentuhan humor menjadikan “Beruk Sakti” sebagai sajian yang tak hanya memikat, tapi juga menghidupkan kembali semangat lama dengan nyawa baru. (Adv/balipost)