Sanggar seni Candrawangsa dari Banjar Dalem, Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Badung tapil memukau di Panggung Kalangan Angsoka, Art Centre Denpasar, pada Jumat (4/7). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sanggar seni Candrawangsa dari Banjar Dalem, Desa Angantaka, Badung menampilkan pertunjukan gamelan inovatif di Pesta Kesenian Bali. Mereka tampil di Panggung Kalangan Angsoka, Art Centre Denpasar, pada Jumat (4/7).

Dalam kesempatan itu, para seniman yang sebagian besar merupakan anak muda ini membawakan empat garapan. “Kami menampilkan empat garapan yang terdiri dari tiga tabuh dan persembahan terakhirnya adalah tari,” kata koordinator Sanggar seni Candrawangsa, I Gede Ananta Diparesta sebelum pentas.

Menurut dia, tiga garapan gamelan inovatif itu lahir dari konsep Tapa Prakerti. Itu adalah sebuah konsep yang lahir dari prosesi perayaan hari raya nyepi yang berujung pada saat pelaksanaan Catur Brtha Penyepian.

Baca juga:  Penerbangan Internasional Dibuka, Badung Optimis Dongkrak PHR

Judul ini mengandung makna pengendalian diri (tapa) dan kembali ke sifat alami atau murni (prakerti). Tapa yang berarti meditasi dan prakerti yang berarti alam semesta.

”Dari konsep besar tersebut lahirlah 3 garapan musik inovatif yang terbangun atas bagian bagian dari Tri Hita Karana, yaitu Swara Pawitri, Suda Prawerti dan Tepa Slira,” lanjutnya.

Garapan pertama yang ditampilkan yakni Swara Pawitri. Garapan ini terinspirasi dari sebuah prosesi pemelastian pada Hari Suci Nyepi yang terbangun atas konsep musikal yang dipadukan dengan suasana yang terjadi pada prosesi tersebut, sehingga membentuk sebuah jalinan yang terakumulasi menjadi sebuah karya.

Baca juga:  PKB ke-46, Sanggar Seni Bade Mas Badung Suguhkan Pagelaran Gamelan Inovatif

Swara Pawitri menjadi judul dari garapan ini mengandung arti swara yang berarti suara dan pawitri menjadi sebuah konsep persembahan. Yang dituangkan dalam kawi gending sehingga sanggup berkomunikasi menjadi persembahan suci meningkatkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi.

Persembahan kedua yakni Suda Prawerti. Tabuh inovatif ini terinspirasi dari proses tawur kesanga pelaksaan hari Raya Nyepi, melalui dinamika, laras, dan rasa.

Karya ini menggambarkan kerusakan alam akibat keserakahan, lalu bergerak menuju harmoni – ketika manusia mulai sadar, berbenah, dan bertapa dengan menghaturkan rasa bakti pada bhūmi. Suda Prawerti adalah karya karawitan yang menyuarakan penyucian lingkungan (palemahan) sebagai bagian dari perjalanan spiritual manusia.

Baca juga:  Bagian Jantra Tradisi Bali, Anak Muda Adu Kreativitas di Lomba Gayor

Selanjutnya, persembahan gamelan inovatif ketiga yakni Tepa Slira. Ini terinspirasi menjadi karya seni karawitan inovatif yang tercipta dari situasi kondisi yang terjadi pada malam pengerupukan, yang mana sifat kebutaan manusia diuji dalam proses pengarakan ogoh ogoh. ”Sebuah euforia yang menjadi tanda sebuah tenggang rasa yang diabaikan atau diingat,” pungkasnya. (Adv/balipost)

BAGIKAN