Ilustrasi: Tim SAR gabungan saat melakukan evakuasi terhadap seorang pendaki yang jatuh di kawasan Gunung Rinjani Lombok, Nusa Tenggara Barat, Selasa (24/6/2025). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Untuk meminimalkan risiko kecelakaan dan meningkatkan keselamatan para pendaki, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Basarnas menegaskan segera mengevaluasi secara total Standar Operasional Prosedur (SOP) kegiatan pendakian gunung.

Wacana evaluasi SOP itu adalah respons pemerintah atas insiden pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), yang dilaporkan hilang di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (21/6). Setelah lima hari pencarian pendaki pemula tersebut baru berhasil ditemukan meninggal dunia di dasar jurang berbatu, sekitar 600 meter di bawah jalur pendakian.

Kepala Basarnas Mohammad Syafi’i saat ditemui di Jakarta, Senin, mengatakan mengatakan evaluasi itu perlu dilakukan secara cepat untuk memperkuat kemampuan tim SAR gabungan di seluruh wilayah, sehingga Basarnas akan melibatkan lebih banyak unsur dalam setiap pelatihan agar mereka memahami prosedur penanganan kedaruratan di medan pendakian.

Baca juga:  Pos Penyekatan di Jembatan Suramadu Ditiadakan

“Ke depan yang kita mau tingkatkan adalah kemampuan potensi SAR. Kita sudah berjalan, sinergitas di lapangan cukup bagus, tapi perlu kolaborasi lebih baik lagi,” kata Syafi’i, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (30/6).

Dia menilai, kemampuan personel Basarnas telah teruji dalam berbagai operasi berskala internasional. Namun secara umum tantangan utama petugas dalam evakuasi pendaki terletak pada kondisi medan dan cuaca yang ekstrem, sebagaimana yang dihadapi saat evakuasi Juliana.

“Kemampuan kita standar internasional. Basarnas hadir di kejadian di Turki dan Myanmar, itu menjadi referensi. Setiap lima tahun kita di-currency oleh lembaga PBB, INSARAG,” ujarnya.

Baca juga:  Terpeleset di Tebing Pantai Suluban, WNA Jerman Meninggal

Syafi’i juga menanggapi usulan pembangunan posko untuk menjadi tempat penyimpanan peralatan SAR di jalur-jalur pendakian untuk memperpendek waktu respons kegawatdaruratan.

Menurut dia, hal ini sebagai salah satu bahan evaluasi yang memerlukan kerja sama lintas Kementerian/Lembaga (K/L) mengingat Basarnas tidak mungkin menempatkan personel dan peralatan yang terbatas di seluruh kawasan Indonesia.

“Contoh kawasan wisata, itu harus mampu mulai dari komunikasi. Dengan komunikasi kita bisa asesmen potensi bahayanya, menyiapkan personel dan peralatannya. Harapan kita, dengan kemampuan yang terbatas ini bisa saling melengkapi,” katanya.

Ia menegaskan prinsip utama operasi SAR adalah merasakan empati yang sama dengan korban, sehingga upaya penemuan dan penyelamatan dilakukan secepat mungkin.

Baca juga:  Kurangi Korban Jiwa dan Risiko Bencana, Ini Hal Penting Dilakukan

“Semangat kita satu jiwa satu rasa. Apa yang dirasakan korban itu menjadi semangat kita untuk segera menemukan dan menyelamatkan. Mudah-mudahan setiap kedaruratan yang terjadi di wilayah NKRI ini bisa kita atasi dengan sesegera mungkin,” ucapnya.

Menanggapi kritik soal lambannya distribusi informasi seputar proses evakuasi sehingga menuai perhatian publik, termasuk dari luar negeri, dalam peristiwa Juliana, Syafi’i memastikan hal itu juga menjadi bahan evaluasi.

“Kata-kata lambat atau cepat itu tergantung siapa yang melihat. Tapi yang pasti, potensi SAR sudah melaksanakan kegiatan sesuai standar. Kritik itu wajar dan setiap kejadian pasti kita evaluasi,” ujarnya. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN