Konservasi burung jalak Bali. (BP/Bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Di tengah maraknya praktik perdagangan burung liar, warga Banjar Tingkih Kerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, justru mengambil langkah berbeda. Mereka sepakat membentuk awig-awig untuk melindungi burung dan ikan, dan menjadikan kampung mereka sebagai tempat pelepasan serta pelestarian burung Jalak Bali, satwa endemik Bali yang nyaris punah. Kawasan ini kini dikenal sebagai Kampung Jalak Bali.

Ditemui di lokasi, I Wayan Yudiartana, staf Kampung Jalak Bali sekaligus staf Yayasan Friends of National Parks Foundation (FNPF), menceritakan bahwa sebelumnya desa ini menjadi habitat berbagai spesies burung. Namun, aksi jual beli burung lia, terutama oleh orang luar desa cukup marak terjadi.

“Akhirnya sepakat membuat awig-awig untuk melindungi burung dan ikan. Setelah dua kali melakukan pelepasan dan pelestarian ikan, ada salah satu warga yang juga merupakan manajer di Yayasan FNPF, tertarik membantu pengembangan konservasi Jalak Bali di sini karena melihat kekompakan warga,” terang Yudiartana, Minggu (22/6).

Baca juga:  Untuk Ini, Warga Girimas Tagih Janji Lahan Sisa RS Pratama

Belum genap setahun sejak peresmian, Kampung Jalak Bali sudah berhasil melepas puluhan ekor Jalak Bali ke alam bebas, sekaligus menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

“Sejak ada awig-awig, kami rutin melepas burung setiap 17 Agustus sebagai bentuk peringatan Hari Kemerdekaan,” ujarnya.

Menurut Yudiartana, proses menuju status kampung konservasi tidak terjadi secara instan. Yayasan FNPF perlu waktu setahun untuk melakukan pemetaan habitat, sebelum akhirnya menetapkan lokasi Tingkih Kerep sebagai wilayah yang cocok. Selain juga melihat faktor pendukung lainnya seperti keberadaan pohon penunjang, suasana yang tenang, serta kesadaran warga menjadi pertimbangan utama.

“Pelepasan pertama dilakukan dengan 10 pasang Jalak Bali itupun setelah melalui masa karantina selama satu bulan. Dua bulan kemudian pelepasan tahap kedua sebanyak 18 ekor, disusul pelepasan tahap ketiga pada Juni 2025 sebanyak 60 ekor indukan yang disebar ke seluruh wilayah Banjar se-Desa Tengkudak,”jelasnya.

Baca juga:  Diduga Terpeleset, Kakek Tewas di Dekat Tukad Yeh Kajang

Saat ini di kampung Jalak Bali sendiri ada 56 ekor Jalak Bali dewasa yang masih aktif di alam, serta 24 ekor anakan yang lahir secara alami. Dan dari 13 titik sarang yang disiapkan, enam sarang terpantau sangat produktif.

“Warga sangat mendukung. Mereka aktif merawat burung, bahkan ikut menyediakan pakan buah buahan, selain juga burung ini memakan cicak dan laba laba di alam, terus kalau pakan seperti jangkrik dibeli dari donasi pengunjung,” jelas Yudiartana.

Dan untuk pelestarian ini juga melibatkan banjar tetangga. Kini, populasi Jalak Bali mulai menyebar ke tiga wilayah lain: Banjar Tegayang (Desa Penatahan), Banjar Bongli (Desa Sangketan), dan Banjar Tegalinggah (Desa Tegalinggah).

“Jenis burung ini unik. Setelah dua kali bertelur, mereka akan mencari sarang baru, jadi sarang harus dirawat rutin tiap dua bulan,” tambahnya.

Meski begitu, ancaman tetap ada. Musuh alami seperti burung bubut (sawang hujan) dan elang tikus kerap memangsa anakan burung.

Baca juga:  Pasca Longsor, Warga Bangun Tanggul Darurat

Dukungan terhadap kampung konservasi ini juga datang dari pemerintah desa. Kelian Dinas Banjar Tingkih Kerep, I Nengah Mahardika, menilai program ini membuka potensi baru sebagai desa wisata konservasi.

“Respons masyarakat sangat positif. Kami melihat ini bukan hanya upaya pelestarian, tapi juga peluang pariwisata. Ini menjadi kebanggaan karena semua dikelola secara mandiri oleh desa adat,” ujarnya.

Saat ini, wisatawan mulai berdatangan. Tak hanya dari Bali, seperti Denpasar, Canggu, dan Gianyar, tetapi juga dari mancanegara, termasuk wisatawan Eropa yang tertarik dengan konsep ekowisata dan konservasi. Mereka mengetahui Kampung Jalak Bali dari media sosial dan datang langsung untuk menyaksikan Jalak Bali yang terbang bebas.

“Dulu burung ini hanya bisa dilihat di kandang atau kebun binatang. Sekarang bisa dilihat langsung di alam. Itu yang membuat wisatawan tertarik,” tutupnya. (Puspawati/Balipost)

BAGIKAN