
DENPASAR, BALIPOST.com – Gebyar Keluarga Berencana (KB) dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak, serangkaian Hari Keluarga Nasional dan Hari Ikatan Bidan Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah Bali Mandara (RSBM), Rabu (18/6), menuai sorotan dari Tim Percepatan Pemberian Insentif Nyoman dan Ketut Provinsi Bali.
Program Gebyar KB ini pun disayangkan oleh Tim Percepatan Pemberian Insentif Nyoman dan Ketut Provinsi Bali, Prof. I Made Agus Gelgel Wirasutha.
Gebyar KB yang diselenggarakan RSBM seolah-olah tidak mendukung program Gubernur Bali untuk pelestarian nama anak nyoman dan ketut. Sebab, dengan program KB otomatis membatasi seorang ibu untuk memiliki anak lebih dari 2 orang. Apalagi, dalam gebyar KB ini ada jenis pelayanan/metode KB Tubektoni/MOW dan MOP yang artinya tidak bisa punya anak lagi karena sudah di steril.
“Seolah-olah Direktur RSBM tidak terekspose tentang program gubernur, khusus mnya insentif buat Nyoman dan Ketut,” ujarnya menyayangkan.
Pemerintah Provinsi Bali kini tengah gencar melakukan upaya pelestarian nama Nyoman dan Ketut di Bali. Sebab, nama Nyoman dan Ketut dari tahun ke tahun semakin punah. Sehingga, pemerintah Bali akan memberikan insentif kepada orang tua yang mampu mempunyai anak hingga nyoman dan ketut.
Menanggapi hal ini, Direktur RSBM dr. I Gusti Ngurah Putra Dharma Jaya mengaku bahwa program Gebyar KB ini merupakan program dari BKKBN Bali yang diselenggarakan di RSBM. Ia menjelaskan bahwa program Gebyar KB yang dilakukan di RSBM ini tidak bertentangan dengan program Insentif Nyoman dan Ketut yang digagas Gubernur Bali.
Sebab, dalam program ini pihak RSBM hanya memberikan edukasi kepada ibu usia produktif terkait perencanaan keluarga. Seperti, terkait dengan jarak anak tidak terlalu dekat, umur ibu hamil tidak terlalu muda atau tua.
Diungkapkan bahwa Gebyar KB yang dilakukan tidak membatasi 2 orang anak tetapi mengatur jarak kehamilan. Sebab, yang ditekankan dalam program KB ini pada kualitas kesehatan ibu dan anak, sehingga keluarga akan lebih baik dan anak yang lahir menjadi anak yang suputra. “Dan kami tetap menjunjung pelestarian komang dan ketut. Karena program Gebyar KB ini tidak ada program membatasi jumlah anak,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan edukasi pentingnya kesehatan reproduksi, bisa tetap mempunyai anak sesuai dengan rencana keluarga. Asalkan selalu memperhatikan kesehatan dan keselamatan ibu. “Kami sangat mendukung program melestarikan nyoman dan ketut dengan memberikan edukasi pada pasangan usia produktif,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For.,M.A.R.S. Dikatakan, bahwa program gebyar KB yang dilaksanakan ini bukan untuk memberhentikan seorang ibu untuk mempunyai anak namun untuk mengatur jarak melahirkan untuk mempunyai anak agar anak lahir sehat.
“Kemendukbangga/BKKBN tidak ada lagi jargon dua anak laki perempuan sama saja, tetapi bagaimana mewujudkan keluarga berkualitas, dengan merencanakan kehidupan berkeluarga yang baik, seperti jangan terlalu muda (minimal 21 tahun) atau terlalu tua (maksimal 35 tahun) untuk hamil/melahirkan, jangan terlalu dekat jaraknya (idealnya minimal 3 tahun), sehingga kesehatan reproduksi ibu dan pola asuh anak bagus,” katanya.
Dengam demikian anak akan tumbuh kembang dengan bagus. Sehingga, hal itu diatur dengan memakai alat kontrasepsi. “Artinya fungsi alat kontrasepsi untuk merencanakan. Yang pertama bisa untuk menunda kalau PUS (pasangan usia suber,red) tersebut belum siap punya anak. Kemudian mengatur jarak anak, jadi jaraknya diatur, 3 tahun misalnya. Dan fungsi yang ketiga untuk menghentikan. Bagi PUS yang sudah tidak ingin punya anak lagi, usia sudah di atas 40 tahun, ada indikasi medis, dan lain-lain. Calon akseptor ini pun sebelum pelayanan dilakukan edukasi, konseling tentang KB dan diperiksa kesehatannya. Kalau sudah kesepakatan dari PUS itu, barulah kita layani,” jelasnya ketika dikonfirmasi terpisah, Rabu (18/6).
Ditegaskan lagi bahwa Kemendukbangga/ BKKBN mendukung program pemerintah agar anak yang lahir sehat, keluarga berkualitas, tidak ada lagi jargon 2 anak laki perempuan sama saja. Namun, bagaimana mewujudkan keluarga yang berkualitas dengan cara merencanakan persiapan kehidupan keluarga, seperti dimulai dari remaja, sesuai siklus hidup.
Berdasarkan data, jumlah penduduk Bali pada tahun 2024 sebanyak 4,4 juta jiwa atau hanya sekitar 1,6% dari penduduk Indonesia. Di mana, pertumbuhan penduduk Bali per tahun sebesar 0,66%, cenderung melambat dari tahun ke tahun, sehingga lebih rendah dari pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,04% per tahun.
Berdasarkan data, lada tahun 2023 data jumlah siswa SD, SMP, dan SMA/SMK/SLB di Bali mencapai 758.174 orang. Jumlah siswa yang memakai nama Bali sebanyak 595.931 orang atau 79 persen. Dan siswa yang bukan memakai nama Bali sebanyak 162.243 orang atau 21 persen.
Dari jumlah tersebut, yang memakai nama Bali dirincikan mulai dari nama Putu, Wayan, Gede sebanyak 233.013 orang atau 39 persen.
Untuk nama Made, Kadek, Nengah sebanyak 215.731 orang atau 36 persen. Sedangkan untuk nama Komang dan Nyoman sebanyak 109.198 orang atau 18 persen. Sementara untuk nama Ketut paling sedikit yakni 37.389 orang atau 6 persen. (Winata/Balipost)