
DENPASAR, BALIPOST.com – Putusan MK Nomor 3/ PUU-XXII/2024 tentang kewajiban pemerintah memberikan wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, pada Selasa (27/5) mengagetkan banyak pihak karena terkesan tiba-tiba.
Belum berjalan mulusnya program MBG yang juga mesti disikapi pemda dengan alokasi APBD, kini pemda mesti berpikir lebih mendalam untuk menjalankan putusan MK tersebut.
Kadisdikpora Denpasar, Agung Wiratama dikonfirmasi, Rabu (28/5) tak mau terburu-buru menyikapi putusan tersebut. “Kita tunggu petunjuk lebih lanjut dari Kemdikdasmen,” ujarnya.
Menurut dia, setelah tahu petunjuk dari Kemdikdasmen barulah pihaknya akan mengambil sikap. “Kita tunggu petunjuk dulu, baru kita bisa melangkah lebih lanjut,” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPRD Denpasar, I Wayan Duaja mengaku kaget dengan putusan tersebut. “Memang serba salah. Kita harus sosialisasi, sedangkan kita di Denpasar untuk SMP swasta sudah kita berikan subsidi Rp1,5 juta,” ujarnya.
Menurutnya, putusan tersebut bagus untuk memberikan pendidikan yang berkeadilan. Namun untuk penerapan putusan nantinya perlu melihat kemampuan anggaran. Nanti bulan Juni akan dilihat lagi pada APBD perubahan.
“Kalau memang pemda dibebani, kita lihat kemampuan APBD kita. Kalau memang dari program dari pusat, kan bagus seperti program MBG mirip ini, pasti masyarakat senang. Tapi menurut saya, lihat kondisi APBD kita dulu. Kalau memang berkaitan dengan penggunaan APBD, kita harus sosialisasi dan koordinasi dengan instansi terkait dulu, seperti eksekutif dan legislatif. Karena ini tiba-tiba,” bebernya.
Menurutnya perlu dipertimbangkan sekolah swasta elite, biasa dan madrasah karena berbeda kurikulum. “Kalau masalah APBD, kita belum berani komentar banyak karena ini mendadak. Nanti bulan Juni, untuk anggaran perubahan karena ini tiba-tiba terkejut semua,” tuturnya.
Sambung wakil rakyat ini, untuk sekolah gratis biayanya cukup tinggi sehingga perlu menghitung jumlah SD dan sekolah swasta. Sementara di Denpasar cukup banyak sekolah SD dan swasta termasuk siswa yang ditampung.
Sebagai gambaran, di Denpasar tahun ini ada 8.889 siswa SD yang tak kebagian SMP Negeri sehingga siswa ini yang akan menjadi calon siswa di SMP swasta yang mesti dibiayai pemerintah.
Pengamat pendidikan Gede Ngurah Ambara Putra menilai putusan ini merupakan langkah besar dalam memperkuat hak setiap anak Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa dibebani biaya.
Ia berharap pemerintah pusat dan daerah dapat segera menyusun regulasi dan alokasi anggaran yang jelas untuk implementasi kebijakan ini, sehingga sekolah swasta di Bali dan seluruh Indonesia dapat terus berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa terbebani biaya operasional yang selama ini sebagian besar ditanggung oleh orangtua siswa.
“Kami sangat mendukung dan berkolaborasi dengan pemerintah dalam upaya mewujudkan pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas bagi seluruh anak bangsa,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)