Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Program Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait dengan pendidikan bagi siswa bermasalah di barak militer tidak menyalahi standar HAM, karena bukan merupakan bentuk hukuman fisik.

“Apa yang dilakukan Pemprov Jawa Barat tersebut bukan merupakan corporal punishment (hukuman fisik), melainkan bagian dari pembentukan karakter, mental, dan tanggung jawab anak. Maka, tentu tidak menyalahi standar HAM,” kata Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (5/5).

Pigai menjelaskan bahwa hukuman fisik merupakan penggunaan kekerasan fisik yang menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan pada anak sebagai bentuk hukuman atau pendisiplinan. “Jenis hukuman itu tidak baik untuk anak,” katanya.

Baca juga:  Paradigma Pendidikan 4.0 Ancaman atau Peluang

Ia lantas menyebutkan, bentuknya bisa macam-macam seperti memukul, menampar, atau menggunakan benda keras untuk memukul anak. Hal ini kontroversial karena dampaknya yang negatif pada kesehatan fisik dan mental anak.

Namun, Pigai menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat yang sudah mulai dijalankan itu tidak termasuk ke dalam kategori hukuman fisik.

Menurut dia, sepanjang pendidikan itu menyangkut pembinaan mental, karakter, dan nilai, hal tersebut sesuai dengan prinsip dan standar HAM.

Baca juga:  Membangun Sekolah Ramah Anak

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menggulirkan rencana untuk “menyekolahkan” siswa bermasalah di provinsi tersebut agar dididik di barak militer mulai 2 Mei 2025.

Saat meninjau pelaksanaan program tersebut di Purwakarta, Sabtu (3/5), dia menyebut pembinaan karakter terhadap pelajar di Markas TNI Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad Kabupaten Purwakarta berdampak positif pada peningkatan kedisiplinan pelajar.

“Program ini (pembinaan karakter pelajar di markas TNI) memberikan dampak positif pada peningkatan kedisiplinan pelajar,” ucap Dedi.

Baca juga:  Partai NasDem Gabung Koalisi Indonesia Maju

Dikatakan pula oleh Dedi bahwa program kedisiplinan ini telah diikuti oleh pelajar dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat, sebagai bagian dari upaya menekan angka kenakalan remaja.

Ke depan, kata dia, program akan diperluas hingga ke jenjang SLTA, termasuk kalangan remaja yang telah teridentifikasi melakukan pelanggaran kedisiplinan.

Melalui program itu, menurut Dedi, pelajar akan mendapatkan sejumlah materi tambahan dari berbagai unsur sebagai bagian dari pembinaan menyeluruh dalam membentuk karakter yang kuat dan positif. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN