Sejumlah kue basah, salah satunya tape ketan, menjadi menu wajib dalam perayaan Galungan dan Kuningan. (BP/Sinta)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hari Raya Kuningan bukan cuma momen sakral bagi umat Hindu Bali, tapi juga saat yang tepat untuk menikmati beragam hidangan khas yang hanya muncul di momen-momen tertentu.

Setiap makanan yang disajikan punya makna, rasa, dan tradisi tersendiri. Nah, berikut ini 7 makanan khas Bali yang wajib kamu coba saat Kuningan, dilansir dari berbagai sumber:

1. Lawar – Simbol Keharmonisan dalam Satu Hidangan

Lawar bukan sekadar lauk, tapi juga simbol penting dalam tradisi Bali, terutama saat Hari Raya Kuningan. Makanan ini mencerminkan filosofi menyatukan unsur alam dan manusia dalam harmoni.

Terbuat dari campuran sayur seperti kacang panjang, daging cincang (bisa ayam, babi, atau bahkan entok), kelapa parut sangrai, serta bumbu base genep khas Bali, lawar punya cita rasa yang kompleks: gurih, pedas, dan sedikit manis.

Di banyak keluarga Bali, pembuatan lawar saat Kuningan dilakukan secara gotong royong, laki-laki mempersiapkan bahan daging, sementara perempuan meracik bumbu. Aktivitas ini jadi ajang kebersamaan yang mempererat hubungan antaranggota keluarga.

Lawar biasanya disajikan bersama nasi putih, urutan, dan sate lilit, menjadi bagian dari sajian besar setelah persembahyangan. Rasanya yang kaya dan penuh rempah membuat lawar selalu dinantikan, bahkan oleh mereka yang tinggal di perantauan. Bagi banyak orang Bali, makan lawar saat Kuningan rasanya seperti pulang ke rumah.

2. Sate Lilit – Sajian Spesial untuk Para Leluhur

Sate lilit adalah hidangan khas Bali yang selalu hadir saat Hari Raya Kuningan, baik sebagai pelengkap dalam banten (sesajen) maupun sebagai lauk utama untuk disantap bersama keluarga. Dibuat dari daging cincang yang dibumbui dengan rempah base genep, kemudian dililitkan ke batang serai atau tusuk bambu, sate ini punya aroma khas dan cita rasa gurih-pedas yang menggoda.

Baca juga:  Permendikbud Komite Sekolah Efektif Berlaku Januari 2018

Lebih dari sekadar makanan, sate lilit juga melambangkan kebersamaan dan penghormatan terhadap leluhur. Proses pembuatannya sering dilakukan bersama-sama, menjadikannya simbol gotong royong dalam keluarga. Disajikan setelah persembahyangan, sate lilit menjadi hidangan yang dinanti, menghangatkan suasana makan bersama di hari yang penuh makna.

3. Pepes – Aroma Daun Pisangnya Bikin Nostalgia

Kalau ngomongin pepes, rasanya langsung teringat suasana rumah saat hari raya atau kumpul keluarga. Pepes biasanya berisi daging babi atau ayam yang sudah dibumbui lengkap dengan rempah khas Bali, seperti bawang merah, bawang putih, lengkuas, daun salam, dan sereh. Semua bumbu itu dibalut dalam daun pisang, lalu dikukus atau dibakar hingga aromanya benar-benar keluar.

Yang bikin khas, tentu saja aroma daun pisangnya yang wangi saat dibakar, seolah jadi pengingat momen-momen kecil yang hangat. Di banyak keluarga Bali, pepes jadi lauk wajib saat perayaan Kuningan.

Nggak cuma enak, tapi juga punya makna tradisi yang kuat. Pepes bukan sekadar makanan, namun juga bagian dari kenangan dan budaya.

4. Jaje Uli – Ketan Tumbuk untuk Persembahan

Jaje uli adalah salah satu jaje tradisional Bali yang punya tempat spesial dalam upacara adat maupun kehidupan sehari-hari masyarakat. Terbuat dari ketan yang ditanak lalu ditumbuk hingga padat dan lengket, jaje ini biasanya dibentuk persegi panjang atau bundar pipih. Setelah itu, disajikan dengan parutan kelapa muda dan siraman gula merah cair yang harum.

Baca juga:  Karena Ini, Dua Mahasiswa Asal NTT Diamankan

Meski terlihat sederhana, jaje uli punya makna spiritual yang dalam. Biasanya disajikan sebagai bentuk persembahan untuk leluhur, terutama saat Galungan dan Kuningan. Manis dan gurihnya jaje ini seolah menggambarkan harapan akan kehidupan yang seimbang, penuh rasa syukur dan kebersahajaan.

Di balik tampilannya yang polos, jaje uli menyimpan filosofi tentang hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Sang Pencipta. Nggak heran kalau makanan ini masih terus lestari dan dicintai dari generasi ke generasi.

5. Nasi Tebog – Nasi Upacara dalam Wadah Anyaman

Nasi tebog adalah nasi lengkap yang disusun dalam wadah bambu berbentuk segitiga. Disajikan untuk banten, tapi setelah sembahyang, biasanya disantap bersama keluarga. Isinya lengkap: nasi, lawar, sate, dan pepes.

Nasi tebog bukan sekadar makanan, tapi juga bagian penting dari ritual keagamaan di Bali. Disajikan dalam wadah anyaman bambu berbentuk segitiga, nasi tebog biasanya digunakan sebagai banten atau persembahan saat upacara besar seperti Galungan, Kuningan, atau Odalan. Setelah prosesi sembahyang selesai, nasi ini akan disantap bersama keluarga sebagai bentuk syukur dan kebersamaan.

6. Urutan – Sosis Tradisional Bali

Urutan adalah sosis khas Bali yang terbuat dari usus babi yang dibumbui dengan rempah-rempah pilihan, seperti bawang putih, kunyit, ketumbar, dan cabai, lalu digoreng hingga garing. Proses pembuatan urutan ini memerlukan ketelatenan, karena setiap usus babi harus dibersihkan dan diisi dengan bumbu yang sudah dihaluskan, kemudian dipadatkan dan digoreng hingga renyah.

Baca juga:  Seperti Ini, Rancangan Debat Paslon di Karangasem dan Bangli

Rasanya yang pedas, gurih, dan sedikit berlemak membuat urutan menjadi lauk favorit yang sering ditemukan dalam nasi campur Bali, terutama saat perayaan seperti Kuningan. Tak jarang, urutan juga jadi menu utama yang disajikan setelah sembahyang sebagai bentuk syukur dan kebersamaan. Aroma khas yang keluar saat digoreng membuat siapa pun yang mencium pasti merasa lapar dan ingin mencicipinya.

Selain lezat, urutan juga punya kedekatan emosional dengan masyarakat Bali, karena sering menjadi bagian dari hidangan yang mempererat hubungan antar keluarga. Di setiap gigitannya, urutan membawa kenangan tentang tradisi kuliner yang bertahan turun-temurun.

7. Tape Ketan – Manis, Asam, dan Punya Sentuhan Sakral

Tape ketan putih adalah salah satu jaje tradisional Bali yang terbuat dari ketan yang difermentasi dengan ragi, menghasilkan rasa manis-asam yang khas. Sensasi fermentasi yang lembut memberikan cita rasa yang unik, membuat tape ketan menjadi camilan yang disukai banyak orang. Biasanya, tape ketan disajikan sebagai pelengkap dalam banten atau persembahan kepada leluhur, terutama saat upacara keagamaan seperti Galungan dan Kuningan.

Selain nikmat, tape ketan juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Dalam tradisi Bali, tape ketan dipercaya sebagai simbol penyucian diri dan penghormatan kepada leluhur.

Proses fermentasi yang terjadi di dalam tape ketan dianggap sebagai metafora untuk kehidupan, dimana ada perubahan dan proses menuju sesuatu yang lebih baik. Oleh karena itu, tape ketan lebih dari sekadar camilan karena memiliki nilai budaya yang kuat dalam menjaga hubungan spiritual antara manusia dan alam. (Andin Lyra/balipos

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *