
Oleh Natalino Muni Nepa Rassi, S.Pd., M.Pd.
Terbitnya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 dipandang sebagai terobosan ‘Bali Era Baru’ untuk menstimulasi pengurangan produksi sampah plastik sekali pakai yang masih longgar dalam pengawasan.
Terobosan ini memang sebuah inovasi, tetapi inovasi yang justru melahirkan dualisme kepentingan menyoal langkah progresif untuk menyelamatkan Bhuwana Agung (Alam Bali), atau mempertahankan gaya hidup konsumtif penghasil sampah ala kelompok urban Bali.
Bagai telur di ujung tanduk, kebijakan larangan plastik oleh Gubernur Bali I Wayan Koster memang nyatanya progresif, namun mengapa baru sekarang? Di saat Bali sudah sesak dengan plastik dan gaya hidup konsumtif yang semakin aktif, lantas apakah akan menjadi langkah jitu menguranggi sampah plastik?
Aksi nyata bukan hanya glorifikasi Gubernur Koster hadir dengan terobosan baru terkait larangan produksi air minum kemasan plastik sekali pakai (<1 liter) melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampahbterkhusus dalam Bab V Pasal 4. “Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Provinsi Bali. Setiap distributor atau pemasok dilarang mendistribusikan produk/minuman kemasan plastik sekali pakai,” kata Gubernur Koster dikutip berdasarkan surat edaran tersebut.
Tujuan Pemerintah Provinsi Bali seyogyanya sangat baik, yaitu untuk percepatan pengurangan volume sampah plastik di Bali. Menyoal pelarangan distribusi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume <1 liter di Bali. Namun sayang harapan mulia Pemerintah Provinsi Bali tampaknya terbentur dengan realita gaya hidup masyarakat Bali.
Seperti pisau bermata dua, menghadapkan Bali pada situasi pelik: apakah Pemerintah Bali akan berhasil mengurangi produksi sampah plastik melalui regulasi ini, atau justru masyarakat Bali yang terlalu nyaman menggunakan plastik sebagai gaya hidup ala urban sehingga akan sulit terealisasikan?
Kendati demikian, tampaknya penulis percaya setiap pemimpin pasti ingin membawa perubahan postif untuk rakyatnya, begitu pun dengan rakyatnya yaitu masyarakat Bali harus bersinergi bersama mewujudkan cita mulia dalam Bali Era Baru sesuai visi “Nangun Sad Kerthi Loka Bali” era Gubernur Koster. Insiatif pelarangan plastik sekali
pakai berbentuk air kemasan (<1 liter) dan wadah kemasan makanan berbahan plastik oleh Gubernur Koster ini merupakan lanjutan dari kebijakan sebelumnya yakni pada tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai terkhusus lingkup pasar modern seperti dan sejenisnya terbukti berhasil mengurangi kon-
sumsi plastik sekali pakai.
Gerakan Bali Bersih Sampah dalam Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 memberikan masyarakat Bali harapan baru bahwa ouput dari kebijakan ini akan menciptakan Bali yang bersih dari sampah sebagai wujud kepedulian pemerintah dan masyarakat Bali terhadap Bhuana Agung (Alam Bali).
Kebijakan yang bukan hanya inovasi tapi diharapkan mampu terkristalisasi menjadi gaya hidup baru masyarakat Bali dan sinergi
bersama dalam Gerakan Bali Bersih Sampah yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk anak muda, bendesa/prajuru adat, UMKM termasuk pemerintah Bali itu sendiri sebagai bagian dari krama (masyarakat) Bali.
Sinyal positif terhadap keberhasilan implementasi kebijakan ini sudah mulai terlihat, khususnya di lingkungan pendidikan. Sekolah-sekolah di Bali secara perlahan namun pasti telah mulai menerapkan kebijakan
Gubernur Koster.
Para siswa dan guru secara sadar membawa tumbler isi ulang sebagai pengganti air kemasan plastik, serta menggunakan kotak bekal sendiri untuk mengurangi limbah makanan sekali pakai. Bahkan,
kantin-kantin sekolah pun telah diarahkan untuk tidak lagi menjual makanan dalam bungkus plastik.
Sebagai gantinya, mereka mulai menggunakan kemasan ramah lingkungan seperti daun pisang, kertas daur ulang, atau wadah reusable.
Penulis meyakini Pemerintah Provinsi Bali akan mampu menjadi contoh nyata yang secara konsisten menerapkan kebijakan ini secara bijak, misalnya melalui penggunaan aktif tumbler oleh pejabat publik, edukasi langsung kepada masyarakat, serta insentif bagi pelaku UMKM yang menerapkan kemasan ramah lingkungan yang menyebabkan masyarakat Bali pasti akan terbiasa mengikuti. Bila kembali menilik kesuksesan Koster di tahun 2018 dalam menciptakan
tren membawa totebag belanja, maka bukan hal mustahil, apabila kali ini pun tren baru akan terbentuk, seperti kebiasaan membawa tumbler
estetik, kotak bekal ramah lingkungan, hingga reusable cutlery (alat makan berulang kali) yang tidak hanya mendukung gerakan lingkungan, tetapi juga terlihat kekinian dan “instagramable” ala generasi muda masa kini.
Penulis Guru SMAN 8 Denpasar