Made Rai Ridartha. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rencana Pemerintah Provinsi Bali akan mewajibkan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov Bali menggunakan transportasi rendah emisi seperti kendaraan bermotor listrik atau angkutan umum bus setiap Jumat akan menemui sejumlah kendala. Sebab, kebijakan ini terkesan memaksa pada ASN di lingkungan Pemprov Bali.

Secara prinsip, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Provinsi Bali Dr. Ir. I Made Rai Ridartha, mendukung kebijakan Pemprov Bali tersebut. Namun demikian, kebijakan ini terkesan memaksa ASN. Sebab, berbagai kendala akan dihadapi dalam penerapan kebijakan ini. Hal ini dikarenakan fasilitas pendukung untuk implementasi kebijakan ini belum memadai.

Selain itu, harus dipikirkan bagaimana dengan pegawai yang jauh dari halte Trans Metro Dewata atau Bus Sarbagita. Harus juga dipikirkan park and ride, yaitu area parkir kendaraan bertempat pada lokasi yang jauh dan dihubungkan oleh pelayanan transportasi massal menuju tempat kerja. Selain itu, juga mesti dipikirkan bagaimana jika ada yang kesulitan karena halte yang jauh dari tempat tinggal dan dari kantor.

Baca juga:  COVID-19 Varian Baru Sudah Masuk Indonesia, Singapura Alami Kenaikan Kasus Varian Ini

“Kendala ini mungkin menjadi kesulitan tersembunyi bagi para ASN, karena surat edaran ini katakanlah paksaan lah, karena akan ada laporan dari masing-masing kepala OPD perkembangannya. Tentu harus dicari solusinya,” ujar Rai Ridartha, Minggu (17/12).

Rai mengatakan, sebelum meminta pegawai ASN mengkonversi kendaraan konvensional ke listrik, kendaraan dinas pemerintah harus terlebih dahulu dikonversi ke listrik. Pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi harus memberikan contoh dengan mengganti kendaraan dinasnya ke kendaraan listrik.

Baca juga:  Atasi Pandemi COVID-19, Diusulkan Tambahan Bantuan Dana Desa Adat

Ia pun mempertanyakan, apakah sudah ada persiapan untuk pembiayaan konversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik tersebut. “Konon katanya sudah pernah diajukan untuk konversi beberapa kendaraan dinas yang terpilih tetapi dukungan pendanaan belum ada. Ini artinya kepedulian dari pemerintah sendiri untuk merangsang masyarakat harus ditunjukkan dengan contoh konversi dulu,” tandasnya.

Selain itu, lanjut Rai Ridartha belum diketahui secara jelas bagaimana cara menghitung emisi karbonnya. Karena hal ini harus dilaporkan. Namun demikian, secara umum pihaknya sepakat dengan kebijakan Pemprov Bali ini. Paking tidak untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum. Diharapkan, bagi yang memungkinkan untuk segera mencoba berpindah ke transportasi publik. Sedangkan, bagi yang mengalami kesulitan pemerintah harus segera dicarikan solusi.

Baca juga:  Dari Tim Urai Kemacetan Polresta Diapresiasi hingga Gencarkan Pemeriksaan KTP di Pelabuhan Benoa

“Pemerintah kabupaten/kota dan provinsi memberikan contoh untuk mengkonversi kendaraan dinas terpilih, dan mempersiapkan anggaran untuk itu. Artinya, tidak perlu semua sekaligus, yang penting ada tahapan-tahapannya. Mungkin berapa unit dulu. Ini kan dalam rangka untuk menarik minat masyarakat bahwa pemerintah sendiri juga semangat gitu. Tidak hanya nyuruh-nyuruh saja, tapi juga menunjukkan itikad perbaikan,” tegasnya. (Ketut Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *