Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Hanya ada satu cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Pulau Bali, yang dari hari ke hari semakin bertambah parah. Kondisi ini terjadi ketika kegiatan pariwisata sudah mendekati pulih sebagaimana periode sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Utamanya di pusat objek wisata favorit seperti kawasan Ubud, Sanur, Canggu, maupun Kuta.

Di berbagai kota di dunia, aneka moda transportasi publik yang terintegrasi menjadi satu-satunya jawaban dalam mengatasi kemacetan lalu lintas yang dialami kota tersebut. Hal ini mengingat penambahan panjang/luas jalan justru akan mengundang minat penambahan kendaraan pribadi. Warga harus mulai beralih menggunakan transportasi publik/umum.

Brussel (Ibu Kota Negara Belgia) mungkin bisa menjadi contoh pembelajaran integrasi angkutan publik/umum yang nyaman bagi warganya. Tidak banyak mobil pribadi berlalu lalang di Kota Brussel. Warga merasa tidak terlalu memerlukan kendaraan pribadi, karena semua kebutuhan mobilitas warga tercukupi dan terlayani dengan angkutan umum.

Transportasi publik di Brussel sangat memuaskan. Di sudut Kota Brussel manapun warga tinggal, mereka dapat mengakses angkutan umum dengan mudah. Warga paling jauh hanya perlu berjalan kaki sekitar 200 meter untuk mencapai halte bus atau trem. Halte tersebar sangat merata. Dari halte manapun warga dapat pergi ke mana saja dengan mudah.

Baca juga:  Hari Ini, Kasus COVID-19 Nasional Masih Tambah di Atas 8.000

Sistem pembayaran transportasi publik dapat dilakukan dengan kartu kredit dan kartu transportasi, dengan tarif flat. Juga disediakan tarif khusus buat mahasiswa/pelajar. Mereka cukup membeli kartu trip seharga 15 kali harga tarif flat, namun berlaku untuk 365 hari/satu tahun; dengan tujuan ke manapun di Kota Brussel.

Kunci keberhasilan transportasi publik memang terletak pada kemudahan akses dari warga yang akan menggunakannya. Jenis moda transportasi publik yang digunakan bisa beragam dan lebih dari satu jenis moda, tergantung karakteristik kawasan yang dilayaninya. Serta harus ada integrasi rute layanan dengan sistem pembayaran yang terpadu/terintegrasi.

Transportasi publik di Bali sebenarnya sudah mulai dibenahi dengan hadirnya Bus Sarbagita yang dikelola Pemerintah Daerah Bali dan mulai beroperasi sejak 18 Agustus 2011. Kemudian berlanjut dengan adanya Bus Trans Dewata yang merupakan sistem transportasi BRT (Bus Rapid Transit/Bus Raya Terpadu), dari program Kementerian Perhubungan RI dengan pola operasi Buy the Service; yang beroperasi sejak 7 September 2020.

Baca juga:  Persentase Pasien COVID-19 yang Dirawat di Bawah 50 Persen

Kemudian juga sudah direncanakan akan mulai dibangun angkutan publik berbasis rel dengan jenis moda LRT (Light Rail Transit), pada tahun 2024. Jalur awal akan dimulai dari Bandara I Gusti Ngurah Rai menuju sentral parkir Kuta. Kemudian nantinya akan berlanjut ke Canggu hingga ke wilayah Mengwi.

Tersendatnya perkembangan Trans Sarbagita dan belum banyak diminatinya Trans Metro Dewata, karena ada beberapa penyebab. Pertama, kurangnya jumlah halte yang ada. Idealnya jarak antar halte maksimal dalam rentang 400 hingga 500 meter, Sehingga calon penumpang hanya perlu berjalan kaki menuju halte dengan jarak maksimal 200 – 250 meter. Kedua, jumlah armada yang masih sedikit/terbatas. Keterbatasan ini menyebabkan waktu tunggu antar armada (head-away) bagi calon penumpang menjadi lama. Idealnya head-away hanya dalam durasi kurang dari 10 menit. Sehingga calon penumpang memiliki kepastian waktu tunggu guna menuju ke tempat tujuannya.

Baca juga:  Nasional Catat Dua Ratusan Kasus COVID-19 Baru

Integrasi aneka moda transportasi merupakan kunci membenahi ekosistem transportasi di Bali. Kemacetan yang terjadi sebenarnya lebih dipicu oleh tidak tersedianya sarana transportasi publik massal yang nyaman bagi wisatawan. Sehingga setiap wisatawan harus menggunakan sarana transportasi privat/pribadi, atau semi privat/kendaraan sewa. Sudah saatnya Bali lebih membenahi sistem transportasi publik yang ada. Utamanya memperbanyak moda transportasi publik masal yang nyaman, aman, dan murah. Di semua destinasi wisata berkelas dunia, sudah terbukti bahwa integrasi moda transportasi publik masal yang terkoneksi menjadi andalan bagi para wisatawannya.

Penulis, Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *