Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh Dewa Gde Satrya

Bernd H. Schmitt dalam bukunya berjudul There’s No Business That’s Not Show Business (2004) menyatakan, pelanggan kini menilai sebuah produk (brand) dan organisasi perusahaan secara keseluruhan berdasarkan pengalaman yang ditawarkan perusahaan kepadanya. Pengalaman ini haruslah menghibur (entertaining), melibatkan konsumen (engaging), memberikan sesuatu yang lebih dari yang diharapkan konsumen (boundary breaking), dan pada saat bersamaan menciptakan nilai kepada bisnis (value creating).

Menurut Schmitt, semua bisnis kini harus dikelola sebagai show business yang menyenangkan semua
orang (happy appealing). Persis perasaan seperti itu tatkala Indonesia disambangi artis dunia.

Tahun 2023 menjadi momen pertumbuhan industri pertunjukan di Tanah Air pasca pandemi Covid-19. Band dan musisi papan atas Indonesia merayakan eksistensinya berkarya melintasi generasi dan jaman. Godbless telah berkarya selama 50 tahun, Dewa 19 dan Gigi merayakan 30 tahun, Padi Reborn telah memasuki usia 25 tahun. Perayaan tersebut dikemas dalam serial show di berbagai kota.

Baca juga:  Diperpanjang, Insentif Pajak Penanganan Covid-19

Pertunjukan mereka selalu mengesankan, dipenuhi lautan fans dan penikmat musik. Bulan Oktober dan November mendatang, Indonesia akan kedatangan dua musisi dan band dunia yang akan pentas di Jakarta. Pertama, The Corrs akan pentas di Beach City International Stadium, Ancol pada 18 Oktober, kedua, Coldplay akan pentas di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada 15 November.

The Corrs, band yang terdiri dari empat bersaudara bertalenta musik asal Irlandia itu dikenal publik melalui hits Breathless, Radio, Runaway dan banyak lagi. Kedua, Coldplay, grup band rock alternatif dengan personel Chris Martin, dkk, itu dikenal dengan hitsnya, seperti Fix You, Yellow, The Scientist, Something Just Like This, dan banyak lagi.

Masyarakat sebagai pasar industri pertunjukan berperan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi terselenggaranya pertunjukan musik secara regular, terutama dengan menjaga keamanan dan apresiasi terhadap jalannya acara. Pentas The Corrs dan Coldplay yang aka  datang, maupun musisi-musisi dunia lainnya
yang pernah konser di Indonesia, tidak hanya menjadi keberhasilan penyelenggara acara dan mencerminkan antusiasme pasar musik di Indonesia, tetapi juga terkait dengan tiga strategi pemerintahan Jokowi untuk memajukan industri musik di Indonesia.

Baca juga:  Pariwisata Bali Tanpa Mafia Tiongkok

Pertama, penegakan hukum, terutama yang mengatasi pembajakan. Kedua, memperbaiki infrastruktur dengan memperbanyak gedung pertunjukan musik yang lebih representatif. Ketiga, regulasi insentif dari pemerintah, misalnya artis yang menghasilkan album akan diberi insentif dan tentu saja kebijakan pajak yang proporsional bagi pembangunan daerah.

Karya entrepreneurial promotor menyatukan (menghubungkan) berbagai talent dan resources yang ada, mulai dari sponsor, organizer, persewaan sound system dan lighting, akomodasi, ticketing, venue pertunjukan, souvenir dan merchandise, hingga urusan keamanan.

Tiket pertunjukan yang dibandrol mulai ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, ditambah pajak, pada pre-sale maupun reguler selalu terjual habis (sold out). Pajak hotel dan restoran merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial dalam memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah yang pada akhirnya dapat menunjang otonomi daerah.

Baca juga:  Mesti Saling Mendukung dan Berkembang

Surabaya misalnya, sejak mendeklarasikan diri sebagai destinasi wisata internasional dengan city branding “Sparkling Surabaya”, pajak PP1 (hotel, restoran dan hiburan umum) meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Realisasi pajak sektor pariwisata di Surabaya tahun 2009 kembali meningkat. Pajak hotel Rp87,4 miliar, pajak restoran Rp94,7 miliar, serta pajak hiburan Rp22,9 miliar.

Dari jumlah itu, terkumpul pajak sektor pariwisata senilai Rp205,06 miliar. Jumlah ini meningkat 6,42 persen dibandingkan tahun 2008. Penyumbang terbesar
adalah perhotelan, restoran dan hiburan umum.

Peran industri pariwisata, perhotelan, restoran dan hiburan umum, dalam hal penyelenggaraan konser, tidak hanya bersumbangsih pada pajak. Lebih-lebih di masa otonomi daerah ini, setiap daerah di tanah air mengoptimalkan potensi kepariwisataan setempat guna menarik kunjungan dan memperlama waktu kunjungan wisatawan yang berdampak pada peningkatan occupancy hotel dan akhirnya pajak hotel dan restoran.

Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *