Desa Adat Yehkuning mempertahankan kesenian Drama Gong. (BP/Istimewa)

NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Yehkuning di Kecamatan Jembrana berada di wilayah pesisir berbatasan langsung dengan pantai Yeh Kuning. Desa adat ini senantiasa berupaya menjaga adat dan istiadat dengan sejumlah upaya.

Desa Adat yang memiliki penduduk sekitar 3.338 jiwa, ini memiliki kesenian sakral yang masih dipertahankan turun temurun. Salah satunya, kesenian drama gong dengan balutan magis calonarang.

Sekaa Drama Gong yang masih eksis yakni Sekaa Drama Gong Sanggraha Budaya, secara konsisten pentas dan tahun ini hingga menjadi duta kesenian Kabupaten Jembrana dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 45.

Bendesa Yehkuning, I Made Wartono mengatakan desa Yehkuning memiliki salah satu kesenian yang hingga saat ini masih dijaga yakni Calonarang. Dengan semboyan “mastiote pahewerdin” yang memiliki arti “menggali mutiara untuk kemakmuran rakyat”, sejak mula selalu berupaya memenuhi sandang pangan krama meski sebagian besar krama bekerja sebagai buruh tani maupun nelayan. Peremajaan pada sekaa drama gong ini terus dilakukan secara berkelanjutan hingga saat ini.

Baca juga:  Desa Adat Padangtegal Jaga Alam "Sekala-Niskala"

Hingga pada tahun ini, sekaa drama gong ini berkesempatan menjadi duta kesenian Jembrana di PKB 2023. Sekaa drama gong remaja ini menampilkan drama dengan judul “Siat silat ring setra bengkel” oleh I Wayan Didia, digubah dari novel gending pengalu.

Drama gong ini menceritakan sesuai tema PKB 2023, Segara Kerthi. Penampilan drama gong sakral ini selain kegiatan khusus seperti PKB dan HUT Kota Negara, yang konsisten setiap enam bulan sekali di lingkungan Desa Yehkuning ketika piodalan di Pura Dalem setempat.

Baca juga:  Desa Adat Sangkanbuana Gelar Lomba Meriahkan Bulan Bahasa Bali

Setiap tahunnya kelompok seni ini selalu melakukan regenerasi dan rata-rata diambil di kalangan remaja mulai usia 14 sampai 25 tahun. Hingga saat ini sekaa ini didominasi kelompok remaja dan sengaja dilakukan upaya seperti itu. “Regenerasi diupayakan terus dilakukan,” terangnya.

Sebelum berkembang seperti saat ini dengan jumlah penduduk mencapai ribuan, Desa Yehkuning merupakan hutan lebat dan masih menjadi satu dengan Desa Mendoyo Dangin dan Mendoyo Dauh Tukad.  Nama Yehkuning berkaitan dengan sejarah keberadaan desa,  dulunya leluhur menemukan bulakan air yang berwarna kuning pada 1881.

Baca juga:  Pascabanjir Pengambengan, Bupati Artha Fokuskan Percepatan Pemulihan

Sampai saat ini bulakan air tersebut masih ada di sebelah batas timur Desa Yehkuning. Konon, ketika ada orang yang masuk ke sumber air itu, tubuhnya berwarna kuning. Tetapi ketika keluar dari air, kembali seperti semula.

Desa Adat Yehkuning terbagi menjadi lima banjar, yakni Banjar Beratan Dauh Kepuh, Beratan Dangin Kepuh, Yehkuning, Tegalcantel dan Banjar tengah. Menurut Bendesa, peninggalan-peninggalan sejarah nama Desa Yehkuning hingga kini masih terpelihara dengan baik.

Termasuk ditempatkannya simbol buaya gading. Buaya gading menurutnya merupakan simbol palinggihan (kendaraan-red) yang beristana di Pura Ulun Kuning. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *