Ny. Putri Suastini Koster. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster tampil sebagai pembicara pada acara dialog bertajuk “Apa Kabar UMKM (AKU) Bali” yang disiarkan langsung dari Studio TVRI Bali, Kamis (22/6/2023). Dialog yang mengusung tema “Perlindungan Kain Tenun Tradisional Bali” ini juga menghadirkan Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kumham Bali, Alexander Palti sebagai narasumber.

Ny. Putri Koster menerangkan bahwa keseriusannya dalam melakukan upaya perlindungan dan pelestarian kain tenun tradisional Bali dilatarbelakangi besarnya ancaman terhadap salah satu karya warisan leluhur tersebut. Bahkan, sejak tahun pertama mengemban tanggungjawab sebagai Ketua Dekranasda, istri Gubernur Bali Wayan Koster ini banyak belajar dan mendengar masukan dari para pakar terkait dengan ragam produk kerajinan Daerah Bali. Salah satu masukan yang diperoleh adalah keberadaan tenun endek dan songket yang saat itu belum punya HAKI. Persoalan lain, hasil survei Unhi Denpasar juga membuktikan bahwa hanya 13 persen kain hasil tenunan perajin Bali yang beredar di pasaran. Sisanya yang dijual adalah endek yang diproduksi di luar Bali.

Baca juga:  Ny Putri Koster Sosialisasikan Upaya Wujudkan Bali Pulau Digital

Persoalan berikutnya adalah ancaman terhadap songket. Dimana motif kain ini dijiplak lalu diaplikasikan pada bordir dengan harga jual yang jauh lebih murah dari tenun aslinya. Yang terbaru, kain Gringsing yang booming karena dikenakan delegasi G20, belakangan juga diaplikasikan pada kain printing atau jenis tenun yang bukan double ikat.

Jika situasi itu dibiarkan, Bunda Putri khawatir keberadaan kain tenun tradisional Bali akan makin terancam dan bukan tidak mungkin suatu saat akan punah. Oleh sebab itu, ia menjadikan upaya perlindungan dan pelestarian kain tenun tradisional ini sebagai salah satu program prioritas Dekranasda Bali. Dekranasda Bali juga menjadikan Pameran IKM Bali Bangkit sebagai media untuk melakukan edukasi kepada pelaku UMKM agar memasarkan produk hasil perajin lokal. Sejalan dengan itu, Dekranasda Bali juga berupaya untuk menyadarkan konsumen agar mendukung upaya pelestarian dengan membeli produk asli karya perajin Bali.

Baca juga:  Lindungi Warisan Leluhur, Ketua Dekranasda Bali Gandeng Kemenkumham

Selain menggencarkan upaya sosialisasi dan edukasi, bersinergi dengan pemerintah, Dekranasda Bali memfasilitasi pendaftaran hak kekayaan intelektual atas keberadaan endek dan songket. Sehingga, dua kain itu telah terdaftar sebagai Hak Kekayaan Komunal masyarakat Bali. “Kain rangrang juga telah kita daftarkan, tapi masih dalam proses,” ujar Ny. Putri Koster.

Ditambahkan olehnya, upaya perlindungan dan pelestarian kain tenun tradisional membutuhkan sinergi, kolaborasi serta dukungan dari berbagai komponen. “Semua harus berperan aktif. Penjual jangan lagi mau memasarkan produk tiruan, dengan demikian hasil karya perajin akan terserap pasar dan mereka akan lebih bergairah dalam berkarya. Konsumen juga terus kita edukasi tentang pentingnya memberi penghargaan pada hasil karya perajin lokal,” tandasnya sembari berharap ukungan dari lembaga terkait, dalam hal ini Kanwil Kementerian Hukum dan HAM.

Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kumham Bali, Alexander Palti menyatakan komitmen dan dukungannya terhadap upaya yang dilakukan Dekranasda Bali. Ia menegaskan, ancaman terhadap kelestarian kekayaan intelektual warisan leluhur bukanlah hal yang baru. “Mengatasi persoalan itu, pemerintah telah mengeluarkan payung hukum yaitu UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Hal ini membuktikan kepedulian pemerintah terhadap perlindungan hak kekayaan intelektual,” sebutnya.

Baca juga:  Jelang Galungan, Warga Banjar "Buru" Daging Kerbau

Mengimplementasikan UU tersebut, jajaran Kementerian Hukum dan HAM gencar melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar punya kesadaran untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektual atas karya yang mereka ciptakan agar memperoleh perlindungan hukum serta tak mudah diklaim oleh pihak lain. Terkait tindakan jika di lapangan ditemukan adanya pelanggaran, sesuai amanat UU, jajaran Kemenkumham lebih mengedepankan upaya persuasif. Dijelaskan olehnya, hal lain yang perlu dipahami masyarakat adalah pelanggaran terhadap hak cipta termasuk delik aduan. “Jadi, jika dianggap ada pelanggaran, kami baru bisa tindaklanjuti kalau ada pengaduan,” pungkasnya. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN