Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani saat menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) BP2MI bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)/Pemerintah Kota (Pemkot) se-Kalbar di Pontianak, Rabu (24/5/2023). (BP/Ant)

PONTIANAK, BALIPOST.com – Sebanyak 4,4 juta pekerja migran Indonesia (PMI) bekerja secara ilegal atau tidak resmi di luar negeri. Mereka ini rawan menjadi korban tindak kekerasan selama bekerja di mancanegara. Demikian diungkapkan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.

“Data tersebut sampai saat ini mungkin yang terdata dari Badan Pengawasan (BP) ada 4,6 juta yang resmi dan World Bank merilis ada 9 juta orang Indonesia yang sekarang bekerja di luar negeri. Berarti asumsinya ada 4,4 juta seluruh PMI yang berangkat tidak resmi,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (24/5).

Ia mengatakan dalam tiga tahun terakhir terdapat 94 ribu PMI yang dideportasi dari Timur Tengah dan Malaysia. Untuk penempatan kerja di Malaysia, Kalbar termasuk provinsi yang paling direpotkan, karena walaupun PMI tersebut bukan dari Kalbar, namun karena dideportasi dari Entikong, tentu Pemprov Kalbar yang akan repot mengurusnya.

Baca juga:  Indonesia dan Malaysia Tandatangani Penempatan dan Pelindungan PMI Indonesia

Ia menambahkan ada 1.935 yang meninggal dunia di mana 2 peti jenazah masuk setiap harinya, dan 90 persen dari peti jenazah atau yang di deportasi tadi itu adalah korban penempatan tidak resmi kemudian yang cacat secara fisik, depresi dan hilang ingatan tercatat sebanyak 3.377 orang.

“Negara sangat baik, sekalipun mereka berangkat tidak resmi untuk masalah luar negeri itu dapat ditangani oleh perwakilan kita, dan saat tiba di tanah air langsung diurus oleh BP2MI dan Pemda ikut menangani dan mengurus pemulangan mereka,” katanya.

Baca juga:  Selama Januari-April, Puluhan Ribu PMI Pulang

Ia mengatakan, untuk masalah 11 PMI Kalbar akan dipulangkan pada tanggal 26 Mei 2023 dan yang berangkat ke Myanmar dan Kamboja sudah dipastikan ilegal karena bukan negara tujuan penempatan.

Ia juga menegaskan masalah ini harus diatasi dari hulu di mulai dari desa, di mana kepala desa harus memastikan jika kebutuhan apa masyarakat mau ke luar negeri apakah untuk bekerja, atau hanya sekedar jalan jalan. “Modus operasi ilegal itu pasti menggunakan visa turis atau ziarah, tidak mungkin bisa pekerja bisa kerja disana, masyarakat butuh orang yang bisa memberangkatkan kerja secara resmi, dan untuk turis harus dipastikan masyarakat tersebut punya uang yang cukup untuk pelesir ke luar negeri karena semua akan dimulai dari surat keterangan desa,” katanya.

Baca juga:  Jaga Keamanan Laut, Kerjasama Sangat Dibutuhkan

Ia mengatakan, mereka yang berangkat secara resmi adalah PMI yang benar–benar akan mendapatkan perlindungan dari negara, mendapatkan asuransi, dokumen lengkap, berkerja di negara yang memiliki undang–undang perlindungan yang sangat kuat dan yang pasti memiliki gaji yang tinggi. “Mudah–mudahan kerja sama yang kita akan lakukan dapat memperkuat kerja–kerja penempatan dan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia,” demikian Benny Rhamdani. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN