Salah satu ritual dalam ngaben massal di Desa Tegal Mengkeb.(BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Upacara ngaben massal merupakan warisan budaya yang harus terus dilestarikan. Meski keberadaan krematorium di Bali semakin marak keberadaannya, namun bagi sebagian wilayah di Bali khususnya di Kabupaten Tabanan masih ada yang tetap berupaya mempertahankan aslinya budaya Bali yakni ngaben massal.

Seperti yang dilakukan di Desa Tegal Mengkeb, Kecamatan Selemadeg Timur, Tabanan, belum lama ini. Menariknya lagi, dalam pelaksanaan ngaben dan matatah massal tahun ini di antaranya adalah sawa dari Mrs. X atau jasad tanpa identitas yang ditemukan di pinggir jalan Desa Megati-Serampingan pada tahun 2019 silam.

Perbekel Desa Tegal Mengkeb, Dewa Made Widarma mengatakan, pelaksanaan ngaben dan matatah massal yang digelar tahun ini adalah yang kedua kalinya dan menjadi program rutin desa. Karena selain tetap bisa menjaga rasa gotong royong antarkrama di desa, dan pelestarian budaya Bali, kegiatan ini juga dapat meringankan beban krama setempat. Karena mereka tidak dikenai biaya apapun untuk pelaksanaan upacara Yadnya ini. “Total diikuti 49 sawa, satu di antaranya adalah sawa dari Mrs. X atau jasad tanpa identitas yang ditemukan di pinggir jalan Desa Megati-Serampingan pada tahun 2019,” terangnya, Kamis (27/4).

Baca juga:  Desa Adat Pedawa Masih Lestarikan Tradisi “Nyerimpen”

Dewa Widarma mengatakan, apapun program yang digagas khususnya di Kecamatan Selemadeg Timur adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan situasi wilayah tetap seimbang sekala dan niskala. Sebab diakuinya, semenjak temuan jasad dalam kardus di pinggir ruas jalan Magati-Serampingan tahun 2019 itu, kerap masih saja terjadi hal-hal yang membuat warga takut melintas. “Percaya tidak percaya, kerap masih ada warga yang mengaku sempat dihadang sosok perempuan di dekat lokasi itu. Bahkan ada warga dari Megati sempat ketakutan sampai menabrak batu dan mengalami luka patah tulang,” terangnya.

Baca juga:  Gubernur Tak Ingin Musrenbang Sekadar Seremonial

Ada juga warga yang baru pulang kerja dari Denpasar mau melintas di lokasi itu merasa takut dan harus menunggu kendaraan lain melintas dulu, baru diikuti di bagian belakang. Karena banyak pengalaman itulah, dalam pelaksanaan Pitra Yadnya tahun ini yang digelar Desa Tegal Mengkeb, telah dilakukan rembug bersama desa lainnya di wilayah Selemadeg Timur untuk juga mengupacarai jasad tersebut.

“Jadi apapun kewarganegaraannya, atau agamanya, kita sepakati dari hasil rembuk bersama perangkat desa lainnya dan Bapak Camat, dengan cara agama Hindu. Agar mendapat tempat yang layak, dan tidak mengganggu wilayah Kecamatan Selemadeg Timur. Proses pengabenannya sama, tetapi khusus yang ini (Mrs. X) ini tidak di-linggih-kan, melainkan selesai sampai dilarung di laut saja,” jelasnya.

Baca juga:  Penting, Tingkatkan Keterampilan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak

Pelaksanaan upacara ini krama tidak dikenai biaya apapun, karena seluruh biaya sudah dibantu oleh pemerintah termasuk punia dengan total sekitar Rp300 juta. “Jadi kalau ada krama yang sudah menyiapkan anggaran untuk bisa ikut upacara ini lebih baik digunakan untuk kepentingan lain misalnya pendidikan,” ucapnya.

Manggala Karya, Putu Arya Saputra menambahkan, persiapan upacara sudah dilakukan sejak setahun lalu, dan ini merupakan agenda rutin 5 tahunan. Dengan harapan dapat meringankan beban krama khususnya di wilayah Desa Tegal Mengkeb yang terdiri dari 5 desa adat dan 9 banjar adat/banjar dinas. “Astungkara pelaksanaannya sudah berjalan lancar,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *