Ilustrasi - Aktivitas masyarakat Jepang. (BP/Ant)

TOKYO, BALIPOST.com – Penurunan status legal virus baru corona ke kategori yang sama dengan penyakit menular umum, seperti influenza musiman disetujui oleh panel ahli dari kementerian kesehatan Jepang, Jumat (27/1). Seperti dikutip dari kantor berita Antara, berdasarkan penurunan peringkatnya menjadi Kelas 5, pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida dapat melonggarkan langkah intensif COVID-19 yang ada.

Kebijakan ini termasuk pembatasan pergerakan orang-orang yang terinfeksi dan kontak dekat mereka. Pengklasifikasian ulang COVID-19 kemungkinan akan berlaku efektif pada 8 Mei dan diperkirakan akan disetujui secara resmi oleh pemerintah pada Jumat, menurut keterangan seorang anggota parlemen senior yang berkuasa.

Penurunan peringkat akan membuka jalan bagi normalisasi aktivitas sosial dan ekonomi Jepang serta memungkinkan orang asing nonpenduduk yang tidak divaksin bisa masuk ke negara itu tanpa tes PCR atau karantina.

Baca juga:  Vaksinasi Covid-19 di Gianyar Masih di Bawah 30 Persen dari Jumlah Penduduk

Di Jepang, COVID-19 saat ini ditetapkan sebagai kategori khusus setara dengan atau lebih ketat dari Kelas 2, yang meliputi penyakit menular seperti tuberkulosis dan sindrom pernapasan akut parah, atau SARS, berdasarkan undang-undang.

Kasus COVID-19 pertama dikonfirmasi di Jepang pada Januari 2020, setelah virus tersebut terdeteksi di pusat kota Wuhan, China, pada akhir 2019.

Ketua Partai Komeito Natsuo Yamaguchi mengatakan bahwa pemerintahan Kishida berencana tetap menanggung biaya pengobatan, termasuk program vaksinasi, untuk saat ini dan akan “secara bertahap” meninjau sistem pelayanan kesehatan yang sudah berjalan.

Komeito adalah mitra koalisi berkuasa junior dari Partai Demokrat Liberal yang diketuai Kishida. Yamaguchi mengatakan dalam sebuah acara partai bahwa ia mendapat arahan dari perdana menteri mengenai rencana tersebut melalui sambungan telepon.

Sementara bersemangat untuk merevisi aturan penggunaan masker, Kishida sedang mempertimbangkan untuk membuat keputusan final mengenai aturan tersebut sekitar 8 Mei, menurut keterangan Yamaguchi. Tanggal yang dijadwalkan, yaitu 8 Mei, adalah hari bisnis pertama setelah berakhirnya liburan Minggu Emas Jepang tahun ini.

Baca juga:  Jasad Bayi Laki-laki Ditemukan di Kawasan Nusakambangan

Kishida menetapkan tanggal tersebut untuk menghindari kesulitan di rumah sakit, jikalau jumlah kasus COVID-19 meningkat kembali selama musim liburan –saat mereka beroperasi dengan jumlah staf lebih sedikit dari biasanya, kata sumber pemerintah.

Jepang tertinggal dari ekonomi industri lainnya dalam melonggarkan pembatasan COVID-19 dengan latar belakang kekhawatiran yang berkepanjangan tentang lonjakan infeksi.

Ketika COVID-19 diturunkan kategorinya menjadi Kelas 5, masa karantina selama tujuh hari bagi mereka yang terinfeksi virus dan lima hari bagi mereka yang kontak erat akan dihapus.

Jika rencana berjalan mulus, pasien COVID-19 juga akan mendapatkan perawatan medis di rumah sakit biasa alih-alih di fasilitas khusus, dan pemerintah akan berhenti membayar biaya rawat inap dan perawatan orang yang terinfeksi.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Harian di Bali Masih Fluktuatif, Persentase Sembuh Makin Tinggi

Pada Maret, pemerintah Kishida akan memutuskan besaran anggaran pemerintah yang disediakan bagi perawatan pasien COVID-19 dan berapa lama pendanaan akan diberikan, menurut keterangan sumber itu.

Pernyataan keadaan darurat atau kuasi-keadaan darurat, sementara itu, tidak akan diberlakukan, bahkan jika jumlah infeksi melonjak lagi pada masa mendatang.

Jepang sedang berada dalam gelombang kedelapan penularan, tetapi pemerintah akan menurunkan peringkat status legal COVID-19 di tengah seruan bagi pemulihan ekonomi yang terpukul keras akibat wabah tersebut. Program vaksinasi di negara itu menjadi salah satu faktor yang membuat penyakit tersebut tidak terlalu banyak menjatuhkan korban jiwa. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN