Massa memadati tempat tes PCR di pinggir jalan di Distrik Chaoyang, Kota Beijing, China, Sabtu (3/12) sore, hingga menimbulkan antrean panjang. (BP/Antara)

BEIJING, BALIPOST.com – China segera menerbitkan panduan protokol kesehatan antipandemi COVID-19 edisi ke-10. Panduan ini akan berorientasi pada perkembangan ekonomi.

Panduan edisi terbaru itu akan kondusif bagi China untuk membuka diri secara bertahap sehingga pembangunan ekonomi dapat berjalan lancar, kata pakar infeksi pernapasan menular Prof Zhong Nanshan, Jumat (16/12), dikutip dari Kantor Berita Antara.

Mengutip data yang dimilikinya, dia menjelaskan bahwa orang yang pernah terjangkit COVID-19 varian Omicron memiliki risiko sangat kecil tertular lagi dalam jangka waktu satu tahun.

Setelah terinfeksi Omicron, pasien akan memproduksi antibodi yang kekuatannya hampir sama dengan satu dosis vaksin, kata Zhong seperti dikutip media setempat.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Nasional Tambah di Bawah 10 Ribu Orang

Sebelumnya dia mengatakan bahwa dampak Omicron tidak parah karena 99 dari 100 orang yang terinfeksi dapat sembuh dalam waktu 10 hari.

Saat ini Omicron telah menyebar luas di China, termasuk ibu kota Beijing, tetapi patogenitasnya akan cepat berkurang, kata penemu wabah SARS yang mewabah di China pada 2013 itu.

Zhong memaparkan bahwa pada awal pandemi, COVID-19 menyerang saluran pernapasan atas dan paru-paru, tetapi setelah dua tahun bermutasi, virus penyebabnya hanya terkonsentrasi pada saluran pernapasan atas saja.

Tingkat fatalitas Omicron hanya sekitar 0,1 persen atau sama dengan flu biasa, katanya.

Baca juga:  Bawa Penumpang Positif COVID-19, China Tangguhkan Izin Operasional 4 Maskapai Ini

Dia membandingkannya dengan flu burung H1N1 yang menulari 120 ribu warga China pada 2009 yang memiliki fatalitas sebesar 0,6 persen.

Zhong juga mendorong agar vaksinasi penguat digencarkan, terutama menjelang musim mudik massal untuk merayakan Tahun Baru Imlek.

Terkait dengan isu bahwa penularan Omicron di wilayah utara China, seperti Beijing, lebih kuat dibandingkan di selatan seperti Guangzhou, Zhong mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan pada varian virus yang terdeteksi di selatan dengan di utara.

Ia mengungkapkan bahwa di Guangzhou dan Chongqing di wilayah barat daya, wabah didominasi Omicron subvarian BA.5.2, sedangkan di Beijing dan Baoding di Provinsi Hebei didominasi subvarian BF.7 yang merupakan hasil mutasi BA.5.2.

Baca juga:  Gubernur Koster Pastikan Peningkatan Kasus COVID-19 Dikelola dengan Baik

China sebelumnya menerapkan kebijakan nol kasus COVID-19 secara ketat. Sepanjang 2022 negara itu telah beberapa kali menutup akses ke kota-kota besar dan pusat perekonomian, seperti Shanghai, Guangzhou, Xian, dan Beijing. Kebijakan itu telah menyebabkan pelambatan pertumbuhan perekonomian dan gejolak sosial.

Otoritas China melalui Dewan Pemerintahan telah mengeluarkan 10 kebijakan baru yang melonggarkan protokol kesehatan antipandemi sejak 7 Desember 2022. Di antaranya dengan mencabut aturan wajib tes PCR dan pemindaian kode kesehatan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

2 KOMENTAR

  1. Seharusnya Cina meniru kebijakan Indonesia agar mempercepat vaksinasi & tidak memandang asal vaksin berasal dari negara mana, serta warganya yang taat prokes & suka sekali divaksin, seperti warga RI yang tetap berburu vaksin dosis ke-4.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *