Ketut Swabawa, CHA. (BP/Istimewa)

Oleh Ketut Swabawa

Kemudahan kebijakan pemerintah terkait PPDN dan PPLN sejak Maret 2022 lalu telah menunjukkan hasil yang sangat baik pada pergerakan ekonomi Bali
dari sektor pariwisata. Terlihat di periode “long holiday” hari raya Lebaran 2022 ruas jalan utama dan di kawasan destinasi terlihat sangat padat dengan mobilitas antardestinasi.

Insan pariwisata mengajak masyarakat dan pekerja pariwisata di Bali untuk bersama-sama secara solid mendukung upaya pemerintah dan stakeholders kepariwisataan dalam menggerakkan ekonomi daerah dengan tanggung jawab terintegrasi terhadap dampak bertingkatnya.

Bagaimana pandemi hampir tiga tahun dapat menjadi titik balik bahwa sustainable tourism tidak bisa hanya menjadi wacana, namun butuh aktualisasi mulai dari skala mikro. Kemewahan di atas kemewahan produk sepertinya akan mengembalikan kondisi ke model-model lama dan butuh waktu semakin lama untuk menjadikan “pulih”.

Baca juga:  Otoritas Khusus Pariwisata

Ramainya wisatawan seperti data di atas belum tentu dapat memberi manfaat berkelanjutan jika sesuatu yang “wow” benar-benar tidak tersedia dan mampu menjadi ikon kepariwisataan Bali. Sejatinya kita harus menguatkan kembali dan melakukan upaya yang luar biasa untuk alam, tradisi dan budaya Bali yang menjadi konsep pembangunan pariwisata yang kita miliki.

Pariwisata yang regeneratif sebagai tindakan penyelamatan sangat tepat dalam mengangkat kembali potensi pariwisata Bali. Dengan konsep “mengembalikan lebih besar dari yang diambil” bukan hanya kita bicara CSR namun lebih kepada bagaimana
membentuk sebuah ekosistem tanggung jawab bersama membuat kondisi ekologis semakin baik dan tata kelola yang lebih bermanfaat dan produktif.

Sebagian besar bahasan regenerative tourism memang ke arah wisata alam dan sumber daya potensi di destinasi. Di sini penulis ingin mengajak
melihat perspektif yang sedikit berbeda untuk mengamati contoh sederhana dan paling dekat yakni merespons membanjirnya wisatawan di masa lebaran
minggu ini.

Baca juga:  Andalkan DTW Itu-itu Saja, Pariwisata Bali Terlalu Rapuh

Merujuk pada prinsip regeneratif (mengembalikan
lebih besar dari yang diambil) maka “aset” berupa membludaknya jumlah wisatawan secara mendadak ini harus dikelola (baca: dilayani) sebaik-baiknya untuk hasil yang lebih besar (baca: destinasi yang semakin diminati oleh banyak calon wisatawan ke depannya).

Upaya yang dapat dilakukan meliputi :
1). Aktualisasi implementasi konsep Sapta Pesona yang adaptif pada kondisi kekinian (menuju era society 5.0);

2). Kualitas produk dan layanan prima yang optimal;

3). Value for money (tingkat keseimbangan kepuasan 4R : raga, rasa, rasio, roh/psikologis);

4). Pengelolaan reputasi yang lebih baik (feedback, respon, tindak lanjut, perbaikan); dan

Baca juga:  Merawat Pariwisata Bali

5). Optimisme pulih dan bangkit bersama secara solid dan konkrit.

Poin nomor 3 (value for money) sedikit kritis dan dapat menjadi ancaman terselubung di tengah kondisi ramainya wisatawan di destinasi. Prinsip ekonomi semakin banyak permintaan akan membuat harga semakin tinggi harus diimbangi dengan perceive of performance yang diterima wisatawan.

Revenge tourism memiliki persepsi masing-masing di antara wisatawan dan pelaku usaha pariwisata. Maka titik temu kedua persepsi ini harusnya konsep regeneratif itu sendiri. Masing-masing akan mendapatkan hasil lebih baik sehingga secara ekosistem dapat melahirkan optimisme bersama.

Mari kita semua dapat mengendalikan situasi sebaik-baiknya, berupaya dengan maksimal mewujudkan citra destinasi yang baik. Jangan lengah karena untuk
memperbaikinya sangat susah. Bersama kita pasti bisa mengembalikan kejayaan pariwisata Bali.

Penulis, pelaku pariwisata Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *