Suasana mepandes massal di Desa Adat Sesetan, belum lama ini. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kegiatan adat dan agama yang dilakukan krama desa adat di Bali sudah tidak diragukan lagi. Kondisi ini juga terlihat di kawasan perkotaan maupun pedesaan.

Seperti yang terjadi di Desa Adat Sesetan. Desa adat yang berada di tengah-tengah kota ini tidak surut untuk melakukan kegiatan agama secara bersama-sama. Seperti yang beberapa waktu lalu dilakukan, yakni upacara mepandes atau metatah massal.

Bendesa Adat Sesetan, Made Widra yang dihubungi, Rabu (18/5) mengungkapkan pihaknya di desa adat Sesetan telah memiliki program metatah massal. Program ini sejatinya sudah ada sejak lama. Namun, kali ini waktu pelaksanaannya yang diubah sedikit.

Karena sebelumnya dirancang sekali setiap tiga tahun. Namun, bila rentang waktunya cukup panjang, peserta akan membludak. “Kita sekarang rancang setiap setahun sekali. Ini merupakan program desa adat,” ujar mantan Kabag Keuangan dan Kabag Kerja Sama di Pemkot Denpasar ini.

Baca juga:  Warga Bojonegoro Berebut Gunungan Naga

Dikatakan, kegiatan tersebut sebagai wujud sradha bhakti umat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta membantu sesama umat di Desa Adat Sesetan. Kegiatan mepandes atau metatah massal yang dilaksanakan belum lama ini digelar di genah pemelisan Desa Adat Sesetan, April 2022 lalu.

Bahkan, pada kegiatan tersebut juga mendapat apresiasi dari  Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara. Pada kesempatan tersebut, Jaya Negara ikut ngayah sebagai sangging.

Jaya Negara mengatakan mepandes atau metatah ini merupakan upacara manusa yadnya yang memang wajib dilakukan oleh umat Hindu khususnya untuk anaknya yang akan menginjak usia remaja atau dewasa. Dalam agama Hindu ritual ini bertujuan untuk mengendalikan 6 sifat buruk manusia yang juga dikenal dengan istilah Sad Ripu (enam musuh yang terdapat dalam diri manusia).

Baca juga:  Desa Adat Gelogor "Melaspas lan Masupati" Tapakan Pura Dalem

Lebih lanjut dikatakannya, selain merupakan sebuah kewajiban dalam hidup, Mepandes/Metatah ini merupakan sebuah upacara untuk mentralisisr sifat buruk yang ada pada diri manusia atau Sad Ripu yang meliputi Kama (sifat penuh nafsu indriya), Lobha (sifat loba dan serakah), Krodha (sifat kejam dan pemarah), Mada (sifat mabuk atau kemabukan), Matsarya (sifat dengki dan iri hati), dan Moha merupakan (sifat kebingungan atau susah menentukan sesuatu).

“Mepandes/Metatah massal merupakan wujud bhkati kepada Sang Pencipta. Walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 kita harus tetap beryadnya, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, begitupun manusia dengan alam lingkungan harus tetap dijaga sebagaimana mestinya tetapi dengan catatan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan agar kita semua terhindar dari bahaya virus Covid-19,” kata Jaya Negara.

Baca juga:  Desa Adat Tegenan Gelar Bulan Bahasa dengan Sejumlah Lomba

Sementara Ketua Panitia, Jro Mangku Budiarta mengatakan upacara ini telah dilaksanakan sejak 25 April 2022 yang diawali dengan upacara Warak Keruron yang diikuti sebanyak 38 peserta. Dan pada 28 April 2022 dilaksanakan upacara mepandes atau metatah massal yang diikuti sebanyak 26 orang peserta dari kalangan masyarakat umum.

Lebih lanjut dikatakannya, kegiatan ini merupakan sebuah program dari Desa Adat Sesetan. Program ini bertujuan untuk membantu dan meringankan beban, khususnya pada situasi pandemi saat ini, sehingga dapat menekan pengeluaran masyarakat dalam melaksanakan yadnya.

Selain metatah massal dalam rangkaian upacara ini juga dilaksanakan kegiatan pelatihan pembuatan Sekah. “Di samping untuk membantu masyarakat, dalam kegiatan pelatihan ini juga tujuannya nantinya agar dapat meningkatkan wawasan terkait pembuatan sekah,” ujarnya. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN