Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Beragam kebijakan pelonggaran pembatasan dikeluarkan pemerintah dalam beberapa hari terakhir. Bahkan mulai 8 Maret 2022, pemerintah sudah menghapus kewajiban surat keterangan negatif COVID-19 baik lewat tes antigen maupun PCR bagi pelaku perjalanan domestik yang telah divaksin lengkap maupun booster.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (9/3), mengungkapkan p3rkembangan COVID-19 di Indonesia menunjukkan kondisi yang juga dialami sebagian besar negara di dunia. Jumlah kasus cepat naik, lalu turun dalam waktu yang relatif singkat.

Di Indonesia saat ini, kasus positif terus menurun setelah melewati puncak gelombang akibat varian Omicron sejak 20 Februari 2022. Ia menegaskan bahwa perkembangan terkini COVID-19 menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menilai kesiapan Indonesia menuju transisi dan adaptasi kegiatan masyarakat.

Perkembangan data kasus positif, kesembuhan, kematian, keterisian tempat tidur, serta cakupan vaksinasi di tingkat nasional. “Sebelum suatu kebijakan diterapkan, tentu saja dilakukan pengamatan secara mendalam pada data perkembangan COVID-19. Untuk menilai kesiapan Indonesia menuju transisi dan adaptasi kegiatan masyarakat,” kata Wiku.

Untuk lebih jelasnya, lanjutnya, pada perkembangan terkini terdapat sejumlah kabar baik. Perlu diketahui, kasus Indonesia sempat naik tajam hampir 400 ribu kasus yang terjadi sekitar 1 bulan lalu.

Berselang 2 minggu, kasus berhasil diturunkan hampir setengahnya menjadi 200 ribu kasus. Penurunan ini, tentunya masih masih harus dikejar agar kembali sebelum terjadinya puncak kasus. Dimana saat itu berkisar seribu kasus dalam 1 minggu.

Kabar baik lainnya, persentase kesembuhan kembali meningkat hampir 90%. Setelah sempat menurun drastis dari 96% menjadi 86% pada 20 Februari lalu. Sejalan ini, angka keterisian tempat tidur RS rujukan COVID-19 juga menurun dalam 10 hari terakhir, dari 38,79% menjadi 28,20%.

Baca juga:  Lakukan Aksi Premanisme, WNA Ngaku Interpol hingga Anggota Ormas Diringkus

Meskipun begitu, kesiagaan menuju periode transisi dan adaptasi terus ditingkatkan dengan menambah jumlah tempat tidur. Data per 7 Maret jumlah tempat tidur isolasi di seluruh Indonesia sudah melebihi 94 ribu.

Lalu, jumlah kasus aktif nasional pada pekan terakhir mengalami penurunan sebesar 97 ribu kasus setelah 8 pekan sebelumnya mengalami kenaikan. Tetapi, angka kasus aktif saat ini masih terbilang tinggi. Data per 7 Maret 2022, tercatat 448.273 kasus.

“Seluruh upaya penanganan Covid-19 harus terus dilakukan secara konsisten meskipun kasus nasional menunjukkan penurunan,” imbuh Wiku.

Selanjutnya dari data kematian. Meskipun kenaikannya tidak setajam kasus positif, namun tetap menjadi prioritas penanganan.

Data per 21 – 27 Februari, terjadi 1.708 kematian dan meningkat di minggu ini menjadi 2.099 kematian. Artinya, terjadi kenaikan 300 kematian dibandingkan minggu sebelumnya. Hal ini sangat disayangkan, disaat kasus positif mulai mengalami penurunan, nyatanya tren kematian mingguan masih mengalami kenaikan.

“Ingat, dalam upaya adaptasi penangan COVID-19 di Indonesia, kita tidak mentolerir kasus kematian sedikitpun. Perlu ditekankan, bahwa penanganan kasus positif baik tanpa gejala atau gejala ringan segera dilakukan pemeriksaan medis untuk mencegah kejadian perburukan klinis hingga kematian,” tegas Wiku.

Dengan mencermati perkembangan kasus tersebut, maka dalam proses adaptasi dengan pandemi COVID-19 ini, harus terus diupayakan untuk menekan angka kematian. Karena, data periode 21 Januari – 6 Maret 2022, dari 8.230 pasien yang meninggal di rumah sakit, sebesar 51% diantaranya memiliki komorbid, 56% lansia, dan 70% belum divaksinasi lengkap.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Meningkat, Bangli Batasi Pernikahan dan Ngaben

“Ini artinya, sangat penting melindungi lansia dan kelompok rentan. Melalui pengawasan protokol kesehatan dan meningkatkan cakupan vaksinasi dosis lengkap,” lanjut Wiku.

Menyinggung perkembangan vaksinasi, beredarnya berbagai varian COVID berdampak pada menurunnya efektivitas vaksin, yang juga berdampak pada kekebalan komunitas yang terbentuk. Di sisi lain, butuh waktu mengembangkan vaksin yang tidak secepat munculnya varian baru.

Untuk itu, melakukan vaksinasi pada semaksimal mungkin penduduk menjadi  jaminan kekebalan komunitas yang terbaik. Bahkan hingga lebih dari 70% populasi jika memang memungkinkan.

Sayangnya, tren laju suntikan mengalami penurunan. Padahal, data Pemerintah yang diolah laman our world in data per 6 Maret 2022, baru 53,5% jumlah penduduk divaksin dosis lengkap. Sementara jumlah penduduk dengan dosis 1 mencapai 69,48% atau hampir mencapai 70% populasi.

Sebagai catatan, angka capaian sedikit berbeda dengan yang dihitung berdasarkan target Pemerintah. Namun, metode penghitungan berbasis populasi dapat menggambarkan capaian lebih representatif dan sejalan dengan publikasi berbagai organisasi kesehatan dunia, termasuk WHO.

Meski demikian, capaian ini patut disyukuri di tengah keterbatasan stok dan akses vaksin di dunia. Indonesia, telah melebihi capaian dosis pertama dunia, dan hampir menyusul capaian vaksin dosis lengkap dunia.

Diharapkan masyarakat memanfatkan sebaik mungkin akses yang ada dengan terus meningkatkan capaian vaksin utamanya vaksin dosis lengkap dan booster serta terus memantau kekebalan komunitas yang terbentuk dengan upaya sero-survey berkala. “Ingat, kekebalan komunitas adalah jaminan produktivitas masyarakat yang aman COVID ditengah masa adaptasi ini,” Wiku menekankan.

Baca juga:  Bandara Ngurah Rai Berlakukan Parkir Nontunai

Selain itu, tak kalah penting pada penanganan cepat dan terkoordinir hingga level terkecil melalui Posko penerapan PPKM Mikro tingkat Desa/Kelurahan. Ini  menjadi kunci menekan fatalitas dari COVID-19.

Namun, selama 5 bulan terakhir, jumlah kinerja PPKM Mikro mingguan, trennya menurun. Dibandingkan saat gelombang Delta pada Juli 2021, jumlah kinerja posko sempat mencapai 5,5 juta laporan. Sayangnya di minggu ini, angkanya turun drastis hingga mencapai -81% atau hanya sekitar 1 juta laporan.

Hal ini juga seiring penurunan jumlah desa/kelurahan yang kepatuhan protokol kesehatannya rendah. Dari total Desa/Kelurahan di Indonesia, 27% diantaranya tidak patuh memakai masker, dan 26% diantaranya tidak patuh menjaga jarak.

Hal ini disayangkan, karena memasukinya periode transisi dan adaptasi kegiatan masyarakat saat ini, perlindungan bertumpu sangat besar pada pelaksanaan protokol kesehatan yang disiplin, dan harga mutlak yang tidak dapat ditawar.

Untuk itu, dimohon kepada seluruh Kepala Daerah mulai dari Gubernur, Bupati, Walikota hingga Kepala Desa dan Lurah, untuk memantau lagi pembentukan posko dan pelaporan kinerjanya. Karena ini bukanlah sekedar slogan dan harus ditindaklanjuti serius.

“Peningkatan kinerja sekecil apapun bahkan pada level terkecil sekalipun, sangat bermakna dan besar kontribusinya dalam penanganan COVID-19, terutama menekan angka kematian,” pungkas Wiku. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *