Gubernur Koster saat menyosialisasikan implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, Minggu (20/2). (BP/Istimewa)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster meminta Satpol PP, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali serta Kabupaten Karangasem untuk menutup produksi arak gula yang semakin menjamur di Kabupaten Karangasem. Penegasan penutupan produksi arak gula disampaikan langsung oleh Gubernur Bali saat menyosialisasikan implementasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali serta memfasilitasi Peralatan Destilasi kepada Kelompok Perajin Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali di Wilayah Karangasem pada, Minggu (20/2) di Taman Soekasada Ujung, Karangasem.

Acara dihadiri secara langsung oleh Bupati Karangasem, Gede Dana, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, Ketua DPRD Karangasem, I Wayan Suastika, Kasatpol PP Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, Kadisperindag Bali I Wayan Jarta, Kadis
Kominfo Bali, Gede Pramana, dan para perajin arak Bali. Gubernur Koster memberikan pernyataan tegas untuk menutup produksi arak gula, karena mengancam tradisi dan kelestarian minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali dengan bahan baku lokal, mengancam kesejahteraan para petani dan perajin arak, karena merugikan harga pasar, mematikan cita rasa dan branding arak Bali,
membahayakan kesehatan masyarakat, karena di dalam destilasi arak gula mengandung ragi sintetis yang terbuat dari bahan kimia, bertentangan dengan Peraturan Gubern⁴ur Bali Nomor 1 Tahun 2020.

“Saya minta Kadis Perindag dan Satpol PP Provinsi
Bali bersama Kabupaten Karangasem untuk segera
menutup produksi arak gula, dan jangan takut, datangi
tempat produksinya lalu tutup. Sekali lagi jangan
takut, karena kita harus melindungi yang besar dan
yang lebih mulia. Jadi saya datang ke sini, karena saya dengar para produksi arak gula itu tetap melakukan pelanggaran. Jangan biarkan begini-begini, apa tega kita merusak warisan leluhur kita, apa tega kita merusak produksi tradisional arak kita
yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan memberikan cita rasa yang luar biasa sampai dikenal, dimana letak tanggung jawab kita sebagai
pribadi hanya untuk mencari keuntungan dan membahayakan nyawa orang,” tegas Gubernur Koster yang disambut dengan nada betul, betul, betul dan tepuk tangan dari para perajin arak tradisional Bali.

Baca juga:  LPM Bali Usulkan Fungsi LPM sebagai Mitra Pembangunan Desa

Gubernur Koster menyatakan sejak dirinya menerima aspirasi dari petani arak Bali, hingga membuat Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, tak henti-hentinya mengkampanyekan arak Bali tidak hanya kepada masyarakat yang bertamu ke Jayasabha, namun tamu nasional, hingga Duta Besar juga diajaknya minum kopi tanpa gula isi arak Bali.

“Ke depan saya akan memberikan suvenir berupa produk arak Bali kepada tamu yang melakukan kunjungan kerja ke Pemerintah Provinsi Bali,” kata Gubernur Koster.

Selain kampanye, Gubernur Bali jebolan ITB ini terus berupaya mengembangkan potensi arak Bali ini dari hulu sampai hilir, yang dimulai dengan cara melestarikan kembali pohon Jaka, Kelapa, Ental yang notabene pohon-pohon ini mampu menghasilkan minuman Arak ternama di Bali. Sedangkan di hilirnya, telah berhasil mengajak Group Marriott Hotel untuk memanfaatkan arak Bali sebagai minuman sajian di 23 hotel yang ada di Pulau Dewata, sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

“Group Marriott Hotel telah bekerjasama dengan Perusda Tabanan dan Perusda Bangli untuk memanfaatkan beras lokal Bali, telur lokal Bali, arak Bali dan saya ajak untuk memanfaatkan garam tradisional lokal Bali. Untuk itu, hal ini harus disambut juga oleh pasar swalayan, pasar modern untuk ikut menjual produk lokal Bali guna mewujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru,” jelasnya.

Baca juga:  Berbaur dengan Milenial di Music Bali Digifest, Gubernur Koster Apresiasi Musisi Bali

Di akhir pidatonya, Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini menyatakan harus bangga dengan kekayaan keunikan dan keunggulan produk lokal Bali yang bersumber dari alam Bali, yang salah satunya berupa arak Bali. Sehingga apa yang menjadi kekayaan alam di Karangasem ini, harus digerakan sebagai sumber perekonomian rakyat, dan kurangilah ketergantungan dengan sumber ekonomi dari luar.

“Leluhur kita sudah memberikan rezeki yang
luar biasa, berdayakan itu supaya agar menjadi
sumber perekonomian masyarakat,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Bali
memfasilitasi Peralatan Destilasi kepada Kelompok Perajin Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali di Wilayah Karangasem, yang terdiri dari: 1) Kelompok Petani Arak “Cipta Buana” Desa Tri Eka Buana; 2) Kelompok Petani Arak “Tri Darma Tunggal” Desa Tri Eka Buana; 3) Kelompok Petani Arak “Artal” Desa Talibeng, Sidemen; 4) Kelompok Petani Arak
“Arak Api Merita” Desa Labasari, Kecamatan Abang; 5) Kelompok Petani Arak “Tirta Piphala” Desa Talagatawang, Sidemen.

Sementara Bupati Karangasem, Gede Dana di hadapan Gubernur Bali, Wayan Koster melaporkan bahwa Karangasem merupakan kabupaten yang memiliki berbagai potensi unggulan, salah satunya minuman fermentasi dan/atau Destilasi khas Bali, yakni dikenal dengan nama arak Bali. Potensi arak sangat besar di Kabupaten Karangasem, karena didukung oleh petani arak di Kabupaten Karangasem yang berjumlah 1.798 orang yang tersebar di 6 kecamatan, dari 8 kecamatan dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti nira (aren/jaka, kelapa, mete dan lontar, red).

Baca juga:  Gubernur Mangku Pastika Buka BBGRM Prov Bali XV Tahun 2018

Dalam upaya pengimplementasian Pergub 1 Tahun 2020, Gede Dana menyampaikan Pemerintah Kabupaten Karangasem melalui Tim Terpadu Kabupaten bersinergi dengan Tim Terpadu
Provinsi telah melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap keberadaan minuman
fermentasi dan/atau destilasi khas Bali yang
menggunakan bahan baku diluar ketentuan pada peraturan tersebut, salah satunya arak fermentasi dengan bahan baku gula. Oleh sebab itu, Kami melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyasar arak fermentasi berbahan baku gula dengan tujuan untuk membatasi dan menekan produktivitas dari perajin arak yang menggunakan bahan baku gula dalam proses produksinya.

Dalam fakta di lapangan, oknum yang memproduksi arak berbahan baku gula sangat suka mencari untung cepat, tidak menjaga kualitas, merugikan petani, dan sudah beredar dimana-mana. “Kami sudah berkali-kali memarahi, namun tetap saja mereka memproduksi, dan saya sempat berpikir apakah boleh Dinas Perhubungan dan Satpol PP Kami minta bertugas menjaga di pintu keluar menuju Kabupaten/Kota di Bali dan Kami stop kendaraan yang membawa dirigen arak berbahan baku gula ini?” ujar Gede Dana.

Ia menegaskan kalau produksi arak tradisional lokal Bali ini punah, siapa yang mau bertanggung jawab. Apakah yang memproduksi arak berbahan baku gula ini tidak kasihan dengan para petani yang sudah bekerja keras, dimana mereka dari jam 4 pagi sudah bekerja menaiki 15 pohon kelapa dan hanya bisa jual Rp 10 ribu per botol yang 750 cc, namun yang memproduksi arak gula ini dengan gampangnya bisa menjual Rp 10 ribu perbotol. “Jadi kasihan para petani kita sudah bekerja keras melestarikan warisan nenek moyang kita,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN