Desa Adat Bongli terus berupaya melindungi habitat hewan di lingkungan desanya agar tetap lestari kelangsungan kehidupannya, terutama jenis burung yang kini mulai langka keberadaannya. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Desa Adat Bongli, Desa Sangketan, Penebel Tabanan sejatinya memiliki potensi alam yang masih sangat asri. Hanya saja, ditengah upaya menjaga kelestarian alam tersebut, banyak tangan jahil yang justru menganggu habitat hewan terutama jenis burung yang kini mulai langka keberadaannya.

Padahal Bongli memiliki impian untuk menata kawasannya menjadi Desa Religius, sebelum nantinya mengarah ke Desa Wisata. Guna mengembalikan kelestarian alam termasuk membangkitkan kembali aura spiritual atau ‘taksu’ nya yang kental, Desa Adat Bongli perlahan melakukan penataan di wewidangan desa adat.

Salah satunya bagaimana menjaga keamanan lingkungan atau pelestarian alam. Bendesa Adat Bongli , I Made Suka Wijaya, S.Pd menjelaskan, upaya menjaga kelestarian lingkungan ini sejatinya sudah ada dalam awig-awig yang dibuat 2017 silam. Dan di 2021 isi dari awig-awig tersebut telah disempurnakan dalam perarem penyacah dan pengele, salah satunya memuat masalah kemanan lingkungan dan pelestarian flora fauna (alam).

Baca juga:  Menata Infrastruktur Menuju Kemandirian Bali

Atas dasar perarem itulah, selanjutnya Desa Adat Bongli terus berupaya melindungi habitat hewan di lingkungan desanya agar tetap lestari kelangsungan kehidupannya, terutama jenis burung yang kini mulai langka keberadaannya. Apalagi kehidupan warga masyarakat di Desa Bongli semenjak dahulu sejatinya sudah paham dan terbiasa hidup berdampingan dengan keberadaan berbagai jenis burung.

Sayangnya, adanya penangkapan burung yang dilakukan oleh warga baik itu dari desa setempat ataupun dari luar desa membuat habitat burung mulai hilang. Sejak awal 2021, Desa Adat Bongli memasang sejumlah poster himbauan larangan, dengan harapan timbul efek jera atau ragu-ragu untuk melanggar apa yang sudah menjadi aturan adat.

Baca juga:  Desa Adat Kedonganan Mulai Tangani Sampah dari Sumber

Dalam himbauan tersebut tertulis larangan melakukan mepikat/menangkap/menembak burung, nyetrum/motas/nube. Dan yang melanggar dipastikan diberikan sangsi hukuman atau denda sesuai pararem adat. “Ini langkah awal kami untuk menata atau melestarikan kembali lingkungan di wewidangan desa adat, karena kicauan burung termasuk keberedaan ikan di sungai hampir tidak ada lagi lantaran banyak yang berburu ke wilayah desa kami. Jujur saja, kami rindu suasana perdesaan di tahun 80 sampai 90-an yang masih sangat asri,” terangnya.

Karena kelestarian alam yang dimilikinya, tak salah jika Desa Adat Bongli merancang konsep Desa Religius. Apalagi sejumlah tokoh spiritual kerap datang melakukan meditasi di sejumlah lokasi di Bongli. “Kebetulan kami di Bongli punya tempat meditasi ada di pinggiran sungai dan di sekitarnya itu ada pepohonan dengan suasana asri, akan sangat menyenangkan jika kicauan burung nantinya bisa kembali terdengar ditambah adanya ikan disungai suasana akan lebih lengkap, dan lebih metaksu,” ucapnya.

Baca juga:  Desa Adat Batuan Siapkan Peringatan 1.000 Tahun Prasasti Baturan

Terkait dengan desa religius, lanjut Suka Wijaya, memang sudah dilakukan sejumlah rapat- rapat untuk pengembangam, “Awalnya kami sepakat menata untuk desa religius dulu kalau desa wisata skupnya cukup luas,” terangnya.

Ia menambahkan untuk konsep desa religius, dalam Perarem Pengele sejak lama juga telah dicantumkan aturan larangan untuk membuat kandang ayam maupun kandang babi. Sebab, dapat merusak lingkungan, khususnya dari bau yang dihasilkan. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN