Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Isu munculnya varian Delmicron kini berkembang di media massa. Bahkan strain virus ini dikatakan menyebabkan gejala yang parah dan bahkan risiko rawat inap lebih besar.

Dikonfirmasi, Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika membantah. Ia  mengatakan informasi adanya kombinasi dari dua strain, yakni Delta dan Omicron, tidak benar adanya.

Informasi ini, kata dia, hanya hoaks. Prof. Mahardika menegaskan kalau informasi yang menyebar ini merupakan respons yang terlalu berlebihan dan ini juga sebagai interpretasi yang salah.

Baca juga:  Satu Penghuni Positif COVID-19, Satu Gang Diisolasi

Ia menjelaskan dari yang diketahuinya, di India memang ditemukan secara bersamaan dua varian itu dalam tubuh beberapa orang. Namun pihaknya menegaskan, hal itu tidak menunjukkan jika dua varian tersebut menjadi satu.

Begitu juga, hal ini tidak menunjukkan adanya varian virus baru. “Tidak betul itu, itu hanya hoaks. Dari yang saya ketahui, seperti yang terjadi di India, kebetulan beberapa orang ditemukan ada dua strain yakni Delta dan Omicron dalam tubuhnya. Bukan berarti varian itu menjadi satu,” kata Prof Mahardika saat dikonfirmasi, Minggu (26/12).

Baca juga:  Kesenian Okokan dan Tektekan Buka Festival Kerambitan

Kondisi seperti ini, menurutnya, memang biasa dan sering terjadi. “Ini tidak ada, dari dulu tidak ada. Hanya proses kebetulan ciri molekulnya separuh mirip Delta dan separuh mirip Omicron. Dibilang double mutation atau mutasi ganda, tidak betul itu,” jelasnya.

Jika memang mutasi terbaru itu memang ada, tentu datanya sudah bisa diakses. Ia meminta agar masyarakat harus tenang dalam menghadapinya. “Jangan sedikit-sedikit menjadi bombastis, masyarakat tidak perlu panik. Jadi tidak perlu lagi panik berlebihan, karena saat ini vaksin yang telah dilakukan, masih sangat efektif untuk melawan semua varian COVID-19. Kalau bisa genjot terus vaksinasi. Semakin tinggi semakin bagus, kalau bisa 100 persen divaksin akan lebih baik dibandingkan 70 persen,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

Baca juga:  Antisipasi Wabah Covid-19, Klungkung Belum Gunakan Dana Tak Terduga
BAGIKAN