Tangkapan layar Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Muhammad Cholifihani dalam diskusi publik, Senin (15/11). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dimulai pada 2023. Demikian dikatakan Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Muhammad Cholifihani.

“NIK menjadi NPWP akan diimplementasikan di 2023 karena di tahun depan kita akan menyiapkan mengenai teknologi informasinya,” kata Cholifihani dalam diskusi publik “Pemanfaatan Data Adminduk untuk Pelayanan Desa” di Jakarta, dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (15/11).

Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) atau UU Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah akan mengintegrasi NIK dengan NPWP. Namun demikian, penduduk yang memiliki NIK tidak lantas wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) karena kewajiban membayar PPh hanya untuk penduduk dengan gaji Rp 60 juta per tahun.

Baca juga:  Ini, Biaya Layanan Pengisian Daya di SPKLU

Cholifihani mengatakan pemerintah terus berupaya membuat data kependudukan yang berkualitas, yakni data kependudukan yang akurat, relevan, tepat waktu, mudah diakses dan bisa dibagi-pakaikan.

Saat ini pemerintah juga sedang dalam proses membuat satu data kependudukan yang mutakhir dan terpadu. Satu data kependudukan ini juga diharapkan dapat diakses untuk perencanaan kebijakan, evaluasi kebijakan, pembangunan, dan perbaikan tata kelola pemerintahan.

“Dengan satu data kependudukan, kita bisa memperkirakan berapa jumlah penduduk Indonesia pada 2045 atau 2050. Dengan demikian, kita bisa mengintervensi, merumuskan, dan memprioritaskan kebijakan di bidang pendudukan untuk mencapai target-target seperti target dalam SDGs (Sustainable Development Goals) di 2030,” imbuhnya.

Baca juga:  Belasan Desa di Magelang Terpapar Abu Vulkanik Merapi

Satu data kependudukan memiliki empat konsep yakni konsisten, menggunakan meta data yang baku, dapat berinteraksi dengan data-data lain, dan dapat menjadi acuan bagi data nasional.

Dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2019 tentang Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati, pencatatan data penduduk diharapkan dapat dipercepat untuk pengembangan statistik hayati guna memotret siklus hidup manusia dari lahir hingga meninggal dunia.

Baca juga:  Transformasi Digital Tidak Bisa Ditawar: Digitalisasi Dalam Kerangka ESG Dukung Bisnis Mikro BRI Tumbuh dan Sustain

Ia menambahkan bahwa hal tersebut dapat dicapai apabila terdapat kerja sama antara kementerian atau lembaga dalam melakukan percepatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, melakukan pendekatan layanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil hingga tingkat desa, dan adanya keterhubungan antar sistem informasi statistik hayati. (kmb/balipost)

BAGIKAN