Dr. Sonny Harry B. Harmadi. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sosialisasi terkait perubahan perilaku masyarakat dalam memutus penyebaran COVID-19 perlu ditambah penekanannya. Dari sosialisasi yang menekankan “jangan sampai tertular COVID-19” ditambah dengan “jangan sampai menularkan COVID-19 ke orang lain.” Demikian diungkapkan Phillips J. Vermonte dalam webinar “Implikasi Kebijakan Publik Terhadap Aspek Sosial Masyarakat dalam Penanggulangan COVID-19 di Indonesia” yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Jumat (3/9) dipantau dari Denpasar.

Phillips yang merupakan Direktur Eksekutif CSIS ini mengutarakan masyarakat sudah cukup paham dengan keberadaan dan risiko COVID-19. Hal ini tercermin dalam survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Dari pengetahuan, seharusnya bisa ditransformasi menjadi kepatuhan. “Kalau tahu, kemudian gak patuh, ini masalah,” ujarnya.

Dikatakannya, selama ini pendekatannya adalah memberitahu masyarakat jangan sampai tertular. Itu, dinilainya, merupakan pendekatan yang individualistik. “Mungkin harus ditambahkan pendekatan, jangan sampai anda menularkan COVID-19 pada orang lain. Jadi yang ditekankan ditambah tekanannya, maksud saya adalah tanggung jawab sosial,” paparnya.

Baca juga:  Terindikasi Positif COVID-19, Pollycarpus Meninggal Dunia

Sebab, secara kultural, modalitas Indonesia adalah memiliki jiwa sosial. Sehingga harus ditekankan tanggung jawab sosial.

Ia pun mengatakan perlu ada aspek-aspek tegas dari sisi pemerintah sehingga menimbulkan trust dan masyarakat menjadi patuh serta percaya pada pemerintah. Ditambahkannya, pelibatan tokoh-tokoh masyarakat dan adat juga penting dalam penanganan COVID-19. “Tapi dari survey, masyarakat mempercayai informasi dari petugas kesehatan,” ungkapnya.

Ia menilai sumber daya kesehatan harus ditambahkan. Sebab, masyarakat ternyata mempercayai aspek-aspek teknokratis dalam penanganan COVID-19 ini.

Sementara itu, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Dr. Sonny Harry B. Harmadi mengatakan perubahan perilaku membutuhkan proses. Namun kita saat ini sedang berkejaran dengan waktu karena dalam kondisi krisis akibat pandemi COVID-19.

Baca juga:  "Bengkung", ODP di Klungkung Siap-siap Dikarantina di Dua Tempat Ini

Dijelaskannya, yang saat ini berupaya dibangun adalah kontrol internal setiap orang. Penanganan COVID-19 berusaha membangun kontrol internal setiap orang untuk mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Disebutkannya, pengetahuan yang jelas dapat membentuk kontrol secara internal.

“Prasayarat awal adalah memberikan pengetahuan yang jelas dengan pesan yang jelas kepada setiap individu sehingga terbentuk internal control,” katanya.

Namun, kontrol internal tersebut tidak cukup karena ada risiko komformitas. Contohnya, ketika seorang yang patuh berada di dalam lingkungan yang tidak mematuhi protokol kesehatan, dia akan menjadi tidak patuh. “Makanya kita bangun yang namanya kontrol eksternal dengan memberikan pengetahuan, intervensinya tidak secara individual tetapi dalam konteks keluarga dan komunitas,” jelasnya.

Hal itu karena kontrol eksternal dalam keluarga dan komunitas penting untuk membangun kesamaan persepsi norma baru yang harus dilaksanakan dalam menghadapi pandemi dan memutus rantai penyebaran COVID-19. Sonny mengatakan bahwa internalisasi nilai-nilai dalam bentuk pengetahuan dibangun dengan cara sosialisasi berulang sehingga menjadi kebiasaan baru. “Strategi intervensi kami tidak hanya kepada individu, tetapi juga kepada keluarga, komunitas dan institusi,” ujar Sonny.

Baca juga:  Kumulatif Transmisi Lokal COVID-19 di Bali Lampaui 50 Persen, Ini yang Gantikan Buleleng di Posisi Teratas

Soal ketaatan prokes ini, salah seorang penyintas COVID-19, Ngurah Krisna membenarkan. Ia yang baru saja sembuh dari penyakit akibat virus Corona ini merasakan sendiri tidak enaknya saat terjangkit.

Meskipun dirinya relatif tak bergejala sehingga melakukan isolasi mandiri, penerapan prokes dalam menghadapi penyakit ini mutlak diperlukan. Agar tidak terjangkit lagi, ia pun mengatakan saat ini menerapkan prokes 3 M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan) dengan lebih ketat lagi. “Prokes 3 M dan vaksinasi memang diperlukan untuk memutus penyebaran COVID-19 ini sehingga aktivitas masyarakat bisa kembali normal,” ujarnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *