Umat Hindu melakukan kegiatan yadnya di tengah pandemi dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Selama penerapan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat (3-20 Juli 2021), Dirjen Bimas Hindu menghimbau agar menutup sementara kegiatan peribadahan di Pura. Ini dilakukan sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19 sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 Tentang PPKM Darurat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Jawa dan Bali.

Namun, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali menegaskan bahwa pelaksanaan peribadahan di Pura tetap bisa dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Namun, dilaksanakan dengan melibatkan jumlah orang yang sangat terbatas dan mentaati penerapan protokol kesehatan (prokes) secara lebih ketat.

Baca juga:  Tujuannya Tak Jelas, Segini Kendaraan Diputar Balik di Jalan Batubulan

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2021 Tentang PPKM Darurat Covid-19 Dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali.
Tidak hanya di Pura, dalam SE tersebut aktivitas keagamaan di tempat ibadah, seperti Masjid, Mushola, Gereja, Vihara, dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah dilaksanakan dengan melibatkan jumlah orang yang sangat terbatas dan atas seizin Satgas COVID-19 Kabupaten/Kota.

Baca juga:  Kadis Dukcapil Denpasar Di-PTUN-Kan, Penggugat Hadirkan PHDI

“Sesuai dengan kesepakatan PHDI bersama Majelis Desa Adat, persembayangan di Pura boleh dilakukan selama PPKM Darurat, namun pesertanya harus dibatasi, mendapat ijin dari Satgas Covid-19 di Kabupaten/Kota, serta taat menerapkan prokes sesuai SE Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2021,” tegas Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof. Dr. IGN. Sudiana, M.Si., Senin (5/7).

Dikatakan, pada Juli ini banyak umat Hindu yang menggelar upacara yadnya. Baik itu piodalan maupun upacara ngaben massal.

Baca juga:  Perusahaan Non Esensial Disidak

Agar pelaksanaan yadnya tetap berjalan, dalam pelaksanaannya harus tetap memgedepankan prokes. Jangan sampai upacara yang dilakukan menjadi klster penyebaran COVID-19, bahkan melanggar aturan dari pemerintah. “Kuncinya dalam melaksanakn upacara keagamaan harus taat prokes, batasi peserta yang dapat menimbulkan kerumaman dan harus berkoordinasi dengan Satgas setempat agar pelaksanaan upacara tetap terkontrol,” tandasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *