Tangkapan layar zona risiko Bali per 6 Juni dalam pemaparan terkait sosialisasi Bali Bangkit, Jumat (11/6). (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – COVID-19 tak hanya menyebabkan orang terpapar tapi juga terkapar. Sebab COVID-19 tak hanya mempengaruhi kesehatan, tapi juga ekonomi, kehidupan beragama, dan sosial masyarakat, seperti yang terjadi di Bali. Demikian disampaikan Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19, Sonny Harmadi dalam Sosialisasi Bali Bangkit yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan secara daring, Jumat (11/6), dipantau dari Denpasar.

Ia menyebut saat ini masyarakat sudah punya pengetahuan luar biasa untuk 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) tapi kepatuhannya belum konsisten. “Tidak ada intervensi tunggal yang mampu menyelesaikan pandemi ini. Vaksinasi saja tidak cukup, harus dengan 3M. Vaksinasi dan 3M saja tidak cukup, harus dengan 3T (tracing, testing, treatment, red) juga. Makanya 3M itu menjadi tanggung jawab bersama-sama masyarakat, disiplin kolektif jauh lebih penting dari disiplin individual dan pemerintah berupaya melakukan tracing, testing, treatment,” katanya.

Baca juga:  Dibandingkan Januari 2021, Kunjungan Wisman ke Indonesia Naik Belasan Persen

Dalam kaitannya dengan Bali dan upaya membuka kembali pariwisata untuk wisatawan internasional, masih ada pekerjaan rumah (PR) yang harus ditangani Bali. Yaitu zonasi risiko yang berwarna orange. Bali sudah selama 4 minggu ada di zona ini, padahal jika terus bertahan di zona itu kecenderungannya akan pindah ke merah.

Ia menekankan prasyarat untuk Bali bangkit adalah kredibilitas dalam menangani pandemi. “Kalau kita kredibel menangani COVID-19 di Provinsi Bali, masyarakat internasional bisa melihat dengan segala fasilitas dan kesiapsiagaannya, mereka akan menjadi merasa secure untuk aman mengunjungi Bali,” sebut Sonny.

Ia mengatakan meski semua sudah berharap untuk pergi ke Bali, tapi karena bisnis pariwisata adalah mengedepankan kepercayaan, penanganan harus diupayakan lebih baik. “Kalau tiba-tiba terjadi kluster pariwisata di Provinsi Bali, maka akan sulit untuk membangkitkan kembali. Jadi kita betul-betul harus jaga jangan sampai kepercayaan masyarakat internasional untuk berwisata di Bali itu hilang hanya karena tidak sesuai dengan harapan mereka, khususnya di dalam menurunkan risiko,” tegasnya.

Baca juga:  Kadek Jeni Juara III di Sentul

Dalam penjelasannya, disebutkan Provinsi Bali yang berada dalam suatu pulau tersendiri memberikan kemudahan menerapkan lockdown. Sehingga penurunan kasus sampai mencapai zona hijau dapat dilakukan lebih cepat. Dengan syarat penerapan disiplin protokol kesehatan 3M, pelaksanaan 3T, dan mengikuti vaksinasi.

Ia menilai vaksinasi di Bali sudah berjalan baik. Terbukti, vaksinasi dosis pertama di Bali sudah 1.552.826 orang dan dosis 2 sebanyak 676.773 orang.

Disebut Sonny, Bali termasuk provinsi dengan tingkat vaksinasi tertinggi di Indonesia. Jika dilihat target vaksinasi warga Bali dengan target herd immunity 70 persen artinya 3 juta orang Bali minimal setidaknya divaksin. “Kalau kita lihat gabungan kedua dosis, sudah lebih dari 2,2 juta. Sebentar lagi bisa mencapai herd immunity dan itu mendukung Bali untuk bangkit,” tegasnya.

Baca juga:  PPKM Level 3 Saat Nataru, Upaya Antisipasi Jangka Panjang

Tren kepatuhan memakai masker dan menjaga jarak di Bali juga dinilai sangat baik dari data 31 Mei hingga 6 Juni. Seluruh kabupaten/kota di Bali kepatuhan terhadap penggunaan masker dan menjaga jarak di atas 93 persen.

Meskipun demikian, jika dilihat dari kepatuhan dalam menjaga jarak, Klungkung menjadi yang terendah di antara kabupaten/kota se-Bali. Sedangkan untuk pemakaian masker, yang paling rendah kepatuhannya adalah Gianyar.

“Tetapi kami sangat mengapresiasi bahwa kepatuhan protokol kesehatan yang kami amati setiap hari sudah sangat baik,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *