Ilustrasi. (BP/tomik)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perayaan Lebaran yang digelar Kamis (13/5) jangan sampai melupakan protokol kesehatan (prokes) agar tidak menjadi penyebab meningkatnya penularan COVID-19. Terlebih jumlah kasus COVID-19 di Bali sudah melampaui 46.000 orang.

Data terbaru, Kamis (13/5), tambahan kasus baru masih ada di dua digit. Korban jiwa pun masih bertambah, bahkan lebih banyak dari sehari sebelumnya.

Pasien sembuh masih dilaporkan. Jumlahnya lebih sedikit dari kasus baru.

Menurut data Satgas Penanganan COVID-19 Bali, terdapat 94 kasus baru. Kumulatif kasus yang ditangani Bali mencapai 46.124 orang.

Baca juga:  Bertambah, Kluster COVID-19 di PON Papua

Sementara itu, tambahan korban jiwa mencapai 5 orang. Kumulatif korban jiwa COVID-19 mencapai 1.433 orang (3,11 persen). Rinciannya 1.428 WNI dan 5 WNA.

Pasien sembuh bertambah mencapai 83 orang. Sehingga total pasien sembuh saat ini sebanyak 43.557 orang (94,43 persen).

Jumlah kasus aktif yang masih dirawat maupun menjalani karantina berjumlah 1.134 orang (2,46 persen). Mereka dirawat di 17 RS dan dikarantina di Bapelkesmas, UPT Nyitdah, Wisma Bima dan BPK Pering.

Bali saat ini terdiri dari 1 zona merah (Tabanan) dan 8 zona orange (Jembrana, Badung, Denpasar, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, dan Buleleng). Untuk itu, harus ketat dalam mengikuti aturan pelaksanaan ibadah Idul Fitri.

Baca juga:  Presiden Brasil Positif COVID-19

Dalam keterangan terkait perkembangan penanganan COVID-19 Nasional, Juru Bicara Pemerintah, Prof. Wiku Adisasmito, menyebutkan sejumlah hal yang boleh dan tidak dilakukan masyarakat di kedua zona ini saat melaksanakan Lebaran. Dipantau dalam siaran di kanal YouTube BNPB Indonesia dari Denpasar, Rabu (12/5), Wiku mengatakan sejumlah imbauan yang sifatnya cukup ketat diberlakukan mengingat risiko penularan COVID-19 yang cukup tinggi di daerah yang masuk zonasi ini.

Baca juga:  Peningkatan Kunjungan ke DTW Ulun Danu Beratan Berharap Dari Libur Lebaran

Ia mengingatkan bahwa COVID-19 tidak bisa berhenti penularannya tanpa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Maka dari itu, masyarakat dan pemerintah daerah, utamanya yang ada di dua zonasi ini, untuk dapat menegakkan protokol kesehatan sebaik mungkin dengan bantuan dan pantauan Satgas daerah.

Dalam situasi yang mungkin kurang ideal ini, diharapkan kepala daerah dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat di daerahnya. “Jangan sampai ada kepala daerah yang menjadi batu sandungan karena melanggar protokol kesehatan,” ujarnya mengingatkan. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *