Umat Hindu menggelar ritual pakelem. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Umat Hindu akan merayakan hari suci Nyepi Tahun Baru Saka 1943, Minggu (14/3). Berbagai rangkaian upacara akan dilakukan.

Salah satunya pelaksanaan Tawur Agung yang serentak dilakukan sehari sebelum hari suci Nyepi, pada Sabtu (13/3). Ritual ini digelar mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa adat, hingga tingkat keluarga dan rumah tangga.

Khusus di Bali, pelaksanaan Tawur Agung dirangkai dengan Upacara Segara Kerthi dan Danu Kerthi berupa pakelem dan mapulang panyegjeg di 14 titik lokasi. Rinciannya, di Pura Agung Besakih, 9 segara (pantai) dan 4 danu (danau) yang ada di Bali. Ritual ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Kepala Biro Tata Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi Bali, I Ketut Sukra Negara, menjelaskan upacara Segara Kerthi dilakukan di 9 segara. Yaitu, Segara Pura Griya Giri Selang, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem, Karangasem; Segara Pura Silayukti, Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem; Segara Pura Dalem Pengleburan, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung; Segara Pura Dang Kahyangan Indra Kusuma, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana; Pura Segara Gilimanuk, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana; Segara Pura Pabean, Desa Banyupoh, Kecamatan Grokgak, Buleleng;  Segara Pura Ponjok Batu, Desa Pacung, Kecamatan Tejakula, Buleleng; Segara Pura Dalem Batu Grombong, Desa Baturinggit, Kecamatan Kubu, Karangasem; dan Pura Ulun Danu, Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Bangli.

Baca juga:  Disdukcapil “Jemput” Blanko KTP Elektronik ke Jakarta

Sedangkan, upacara Danu Kerthi dilakukan di 4 danu. Yaitu, Pura Gubug Catur, Desa Adat Dalem Tamblingan, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng; Pura Ulun Danu Bulian, Desa Adat Pancasari, Kecamatan Sukasada, Buleleng; Pura Penataran Agung Ulun Danu Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan; dan Pura Jati, Desa Adat Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli. Satu titik mapakelem digelar di Pura Agung Besakih.

Ketua Dharma Upapathi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari, menjelaskan Mapakelem atau Mulang Pakelem adalah upacara “butha hita” sebagai media permohonan kepada Tuhan agar sumber-sumber air dapat berfungsi dengan baik, dan menjadi sumber kehidupan di alam nyata ini. Upacara ini biasanya dilaksanakan di hutan, danau, laut, samudra, dan lainnya.

Baca juga:  Empat Kali, Gianyar Laporkan Tambahan Harian Kasus COVID-19 yang Langsung Sembuh!

Dikatakan, dalam Lontar Purana Bali sumber air perlu dijaga kelestariannya, sehingga upacara ini merupakan bagian dari upacara bhuta yadnya sebagai implementasi dari ajaran Sad Kerthi yang bertujuan untuk menanamkan jiwa cinta kasih kepada sumber-sumber alam. “Karena demikian pentingnya kedudukan air dalam hidup ini tampaknya hal itulah yang menyebabkan dalam Manawa Dharmasastra IV.56, sangat dilarang membuang air kencing, kotoran, barang yang beracun ke sungai. Sangat dilarang berludah, membuang darah, hal-hal yang berbisa serta tidak boleh melemparkan kata-kata yang tidak suci ke sungai,” tegas Ida Pedanda Wayahan Wanasari.

Tidak hanya itu, dijelaskan, bahwa dalam Bhagavad Gita III.14 juga disebutkan bahwa, dari makanan makhluk hidup menjelma, makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan datangnya dari hujan, dari yadnya lahirnya hujan/air, yadnya lahir dari karma. “Demikian pentingnya air atau hujan. Karena tanpa hujan bumi ini tidak akan dapat melahirkan tumbuh-tumbuhan yang menjadi bahan pokok makanan makhluk hidup, seperti manusia dan hewan. Jadi kedudukan air dalam kehidupan makhluk hidup ini sangat penting,” tandasnya.

Baca juga:  Saatnya Bangun Solidaritas Warga, Bantu Sesama Hadapi Kesulitan Ekonomi

Dikatakan, air yang berasal dari hujan ditampung oleh hutan, dan dari hutan mengalir menjadi sumber-sumber air, seperti danau dan terus menjadi sungai yang akhirnya ditampung di laut. Karena adanya laut akan menimbulkan hujan, merupakan tempat hidup flora dan fauna dan menciptakan iklim yang kondusif bagi kehidupan ini yang dalam kearifan lokal masyarakat Bali dalam pelestarian lingkungan hidup, perlu agar sumber air tersebut senantiasa harus dijaga kebersihannya jangan sampai tercemar.

“Hal ini diaplikasikan dalam kehidupan beragama oleh masyarakat di Bali dengan upacara Mapekelem, yang mempunyai makna memohon kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi Dewa Baruna sebagai penjaga samudra, semoga kehidupan di laut yang berfungsi untuk kehidupan ini berjalan dengan baik,” pungkasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *