Tenaga kesehatan mempersiapkan vaksin COVID-19. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Vaksinasi dimulai di Indonesia saat Presiden Joko Widodo secara perdana memperoleh suntikan vaksin COVID-19 buatan Sinovac pada 13 Januari 2021. Dalam tayangan langsung saat vaksinasi perdana digelar, diperlihatkan Presiden Jokowi disuntik vaksin oleh vaksinator Prof. dr. Abdul Muthalib, yang agak gemetar karena menjadi bagian dari sejarah dimulainya upaya penanganan COVID-19 lewat penciptaan kekebalan untuk melawan virus ini.

Tak luput juga diperlihatkan sejumlah tokoh mengikuti kegiatan vaksinasi perdana itu, yang kemudian diikuti di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota hingga jangkauan 70 persen penduduk Indonesia bisa tercapai.

Saat ditanya apakah suntikan vaksin COVID-19 ini sakit? Presiden sambil tertawa mengatakan bahwa ia tidak merasakan apa-apa. Setelah melakukan monitoring selama 30 menit untuk melihat kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), Presiden Jokowi masih baik-baik saja. Bahkan sudah aktif kembali bekerja setelah vaksinasi tahap pertama dilaksanakan.

Sejarah dimulainya vaksinasi COVID-19 ini penuh dengan liku dan ancaman disinformasi. Banyak pro dan kontra terjadi seputar vaksinasi ini. Kabar buruk lainnya, di tengah mulainya vaksinasi untuk para tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan COVID-19, jumlah harian kasus COVID-19 justru melonjak tajam. Tertinggi bahkan mencapai 14.224 orang pada Sabtu (16/1).

Ancaman disinformasi dan banyaknya hoaks yang beredar di masyarakat tak hanya dihadapi Indonesia. Dunia yang sudah makin sempit karena keterbukaan informasi juga mengalami hal yang sama.

Bahkan, saat ini, ada istilah infodemi untuk menyebut adanya misinformasi dan informasi yang tak semuanya benar adanya. Hal ini dikarenakan ada yang sengaja membangun informasi palsu, dan ada pula yang melakukannya secara tidak sadar karena ketidaktahuannya dan dorongan emosi sesaat.

Baca juga:  GMF Perbarui PKB dengan GEC

Infodemi yang dihadapi sekarang ini muncul akibat penyalahgunaan informasi (information disorder). Penyalahgunaan ini jamak ditemukan dalam bentuk hoaks atau bentuk-bentuk penyalahgunaan informasi lainnya. Hoaks adalah informasi yang disampaikan ke masyarakat melalui saluran komunikasi tetapi tidak memiliki sumber yang jelas atau bahkan tidak ada sumber sama sekali sehingga dapat menyesatkan perputaran informasi di masyarakat. Sedangkan bentuk dari penyalahgunaan informasi dapat berupa misinformasi, disinformasi, dan malinformasi.

Disinformasi dibuat dan diedarkan dengan memuat informasi salah yang berbahaya bagi masyarakat dimana pemuatan informasi salah tersebut dapat disebabkan oleh faktor kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Sedangkan malinformasi adalah informasi faktual namun ditujukan untuk merugikan pihak-pihak tertentu dan misinformasi adalah informasi yang tidak tepat akibat adanya ketidaktahuan akan informasi yang tepat.

“Penyebaran infodemi ini berefek pada biasnya informasi sehingga bisa menutupi informasi-informasi yang valid dari sumber-sumber resmi. Adanya infodemi semakin memperkeruh keadaan. Kita semua berperan sangat penting dalam menghadapi disinformasi dan hoaks. Kita perlu lebih teliti dalam menyaring informasi dan tidak terpancing dengan judul-judul informasi yang provokatif serta kemudian menyebarkannya karena dorongan emosi semata,” ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi belum lama ini dalam rilisnya.

Salah satu contoh disinformasi terkait vaksin COVID-19 adalah postingan video tentang korban suntik vaksin COVID-19 di Pamekasan dilarikan ke rumah sakit. Informasi ini beredar di berbagai platform media sosial dan aplikasi pengiriman pesan. “Faktanya adalah video tersebut merupakan video lama yang beredar pada 2018,” ujarnya.

Baca juga:  Tambahan Korban Jiwa Masih Dilaporkan Bali, Kasus Baru di Bawah 50

Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mengungkapkan bahwa media informasi seperti media sosial seringkali memuat informasi yang belum valid. “Sehingga berpotensi meresahkan masyarakat, bahkan dapat menyebabkan provokasi dan adu domba. Oleh sebab itu masyarakat harus bisa lebih berhati-hati memilih dan menyebarkan berita,” ungkapnya.

Informasi-informasi yang muncul di media sosial harus diperiksa terlebih dahulu sehingga tidak mudah terhasut. “Agar tidak mudah termakan hoaks dan hasutan kita harus melakukan cek silang dari beberapa sumber. Jangan mudah percaya informasi dari sumber-sumber yang tidak jelas yang biasa disebarkan melalui media sosial dan grup WhatsApp,” tegasnya.

Lebih Sehat dengan 3M

Sementara itu, terkait adanya vaksinasi namun jumlah kasus justru meningkat tajam, JJuru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Nasional, Prof. Wiku Adisasmito berulangkali mengingatkan. Namun, adaptasi perubahan perilaku untuk mencegah COVID-19 dan menjadi lebih sehat dengan 3M memang tidak mudah. Tapi ini harus dilakukan untuk kebaikan bersama.

Dijelaskan Wiku, vaksinasi COVID-19 penting untuk memutus rantai penularan COVID-19, memberikan perlindungan kesehatan dan keamanan pada masyarakat Indonesia, serta membantu percepatan proses pemulihan ekonomi. Mayoritas penduduk perlu mendapatkan vaksin untuk menciptakan kekebalan komunal (herd immunity). “Salah satu upaya penanganan pandemi dengan menghadirkan kekebalan komunitas atau herd immunity,” jelasnya.

Baca juga:  Dua Hari, Tambahan Kasus COVID-19 Bali Masih di Atas 270

Vaksinasi tahap awal menyasar pada tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan menghadapi COVID-19 dan ditargetkan selesai pada Februari 2021. Selanjutnya dilakukan tahapan vaksinasi pada petugas publik lalu kelompok masyarakat lainnya. Pemerintah
mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam program vaksinasi.

Tahap awal vaksinasi ini merupakan langkah tepat dan layak diapresiasi. Namun, dengan adanya vaksin ini jangan membuat lengah. “Pada prinsipnya siapa pun yang sudah vaksinasi tidak boleh meninggalkan protokol kesehatan (3M) sampai pandemi dinyatakan berakhir. Tetap pakai masker yang benar, jaga jarak dengan menghindari kerumunan, dan rajin cuci tangan,” tegasnya.

Prokes 3M ini upaya sederhana untuk melindungi diri dan orang lain di sekitar. Sinergi dan gotong royong menjadi kunci dalam menghadapi pandemi COVID-19. Keberhasilan penanganan pandemi COVID-19 bergantung pada kontribusi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Pemerintah telah menyediakan vaksin COVID-19 secara gratis dan semua lapisan masyarakat masyarakat harus berperan aktif dengan tetap disiplin menjalankan prokes 3M. “Adaptasi perubahan perilaku untuk mencegah COVID-19 dan menjadi lebih sehat dengan 3M memang tidak mudah. Tapi ini harus dilakukan untuk kebaikan bersama,” tutup prof. Wiku.

Jadi, meskipun saat ini vaksinasi sudah berlangsung. Namun perlu waktu lama untuk menjangkau 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta jiwa. Untuk itu, penerapan prokes 3M mutlak harus terus dilakukan untuk memutus penyebaran COVID-19 dan membuat pandemi ini berlalu dari Tanah Air. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *