Aparat kepolisian melakukan patroli prokes di Pantai Kuta saat libur akhir tahun. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tak terasa tahun 2020 sudah terlampaui. Di 2020, pandemi COVID-19 melanda dan meluluhlantakkan sistem kesehatan dan perekonomian dunia.

Dalam penanganan pandemi COVID-19 di 2020, salah satu tantangan berat yang dihadapi pemerintah ialah aspek perubahan perilaku. Sebab, COVID-19 adalah penyakit yang sangat erat hubungannya dengan perilaku masyarakat.

Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, dalam keterangan persnya, untuk memantau perubahan perilaku ini pemerintah telah membuat sistem monitoring Bersatu Lawan Covid-19 (BLC) Perubahan Perilaku. Sejumlah relawan ubah laku pun turut berperan dalam mengawasi perubahan perilaku masyarakat ini.

Baca juga:  LPDB-KUMKM Kucurkan Dana Bergulir Rp 8,5 Triliun

“Kami sangat memahami bahwa pada awalnya mengubah sebuah perilaku dan mengadaptasi perilaku lain, tidaklah mudah. Namun bukan tidak mungkin,” katanya dipantau di kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Pemerintah pun menerapkan operasi yustisi dalam menegakkan peraturan disiplin protokol kesehatan. Serta sanksi bagi yang tak patuh sesuai Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus.

Inpres ini kemudian diterjemahkan pemerintah daerah disesuaikan karakteristik masing-masing. Pemerintah pusat tetap memonitor pelaksanaan pengawasan kepatuhan protokol kesehatan khususnya di titik-titik rawan keramaian.

Baca juga:  Kumulatif Kasus COVID-19 Bali Lampaui 12.000, Ini 2 Besar Penyumbang Pasien Baru

Seperti tempat ibadah, tempat olahraga publik, restoran atau kedai, warung, tempat wisata, pasar tradisional dan mall. Dalam mengawasi kepatuhan, pemerintah menggunakan sistem monitoring BLC.

Sistem ini dilaksanakan melalui pengawasan yang dilakukan para partisipan mulai anggota TNI/Polri/Satpol-PP, relawan dan petugas Satuan Tugas COVID-19 daerah.

Untuk titik pengawasan tersebar pada 512 kabupaten/kota. Dari jumlah itu, 20,6% yang patuh dalam memakai masker dan 16,9% yang patuh dalam menjaga jarak dan menjauhi kerumunan. “Nyatanya, kepatuhan masyarakat yang rendah dalam memakai masker dan menjaga jarak menjadi kontributor dalam peningkatan penularan Covid-19,” lanjut Wiku.

Baca juga:  Konsisten Bawa Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Sabet Dua Penghargaan

Tingkat kepatuhan ternyata membawa dampak pada kenaikan kasus Covid-19 beberapa waktu terakhir di Indonesia. Untuk itu, Wiku meminta data tersebut dapat dijadikan refleksi dalam meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan pada tahun 2021.

“Oleh karena itu, mari kita tingkatkan kepatuhan dalam memakai masker dan menjaga jarak sehingga dapat menghindari potensi penularan yang terjadi,” pesan Wiku. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *