Prof. Dr. I Wayan Lasmawan. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang menerapkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara yang multikultural, di tahun ini demokrasi Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan dan persoalan.

Mulai dari pandemi COVID-19 hingga sendi-sendi kehidupan yang lainya. Eksistensi demokrasi menjadi pertaruhan ketika pandemi melanda, termasuk dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ini.

Fokus perhatian publik pada pandemi jangan sampai melemahkan fungsi demokrasi, salah satunya melalui kontrol publik pada kebijakan negara. Demikian disampaikan akademisi Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, Kamis (1/10).

Baca juga:  Dari Malaysia akan Berlakukan “Full Lockdown" hingga Masih Banyak Duktang di Badung Enggan Lapor Diri

Selain hal tersebut, terdapat sejumlah masalah demokrasi Indonesia yang paling krusial. Antara lain absennya masyarakat sipil yang kritis pada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu biaya tinggi karena masifnya politik uang dalam pemilu, juga berita palsu (hoaks).

“Menjelang Pilkada 2020 ini, berpotensi munculnya berita hoaks yang dikapitalisasi dan diorganisir untuk memancing masyarakat dan memecah-belah bangsa. Orang awam menerima berita dengan apa adanya tanpa adanya penyaringan,” sebutnya.

Baca juga:  Divonis 15 Tahun, Penyelundup Sabu-sabu Langsung Nyatakan Banding

Selain itu isu-isu primordial sebagai identitas diperkirakan akan tetap muncul dalam kontestasi politik ini. Isu primordial, baik berbasis Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) akan tetap dimainkan sebagian elit politik, dalam rangka memobilisasi dukungan dan menarik perhatian calon pemilih.

“Ancaman penggunaan politik identitas terus menjadi momok yang patut dicermati dan didalami oleh pemangku kepentingan yang berwenang, karena politik identitas akan memicu terjadinya polarisasi masyarakat khususnya sebelum, selama, bahkan pasca pelaksanaan pesta demokrasi tersebut,” ucap akademisi asal Kintamani, Bangli ini.

Baca juga:  Getol Bantu UMKM dan UMi, Kinerja BRI Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Bali Pascapandemi

Kemungkinan munculnya persoalan sosial politik itu perlu diwaspadai oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat kampus. Kaum terpelajar harus turut berperan dalam mengembalikan kewibawaan dan kehormatan politik dan demokrasi yang tercoreng-moreng oleh para bandit dan petualang politik.

“Kaum terpelajar kampus harus kembali mendekat dan mengembalikan kehormatan politik Indonesia. Kaum terpelajar kampus harus kembali menjadi produsen utama manusia-manusia cerdas dalam kancah politik Indonesia,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *