Kendaraan memasuki kawasan Geopark Batur, Kintamani. (BP/dok)

BANGLI, BALIPOST.com – Pungutan retribusi masuk ke kawasan daya tarik wisata (DTW) Kintamani belakangan ini kembali ramai dikeluhkan masyarakat di media sosial. Tak hanya soal lokasi pemungutan yang dilakukan di jalan umum, keluhan lainnya yang juga muncul soal adanya warga lokal Kintamani yang dikenai pungutan retribusi.

Terkait keluhan itu, Anggota DPRD Bangli I Made Sudiasa meminta Pemkab Bangli melakukan evaluasi terkait aktivitas pemungutan retribusi wisata di Kintamani termasuk melakukan pengawasan terhadap lembaga yang diberikan kewenangan memungut retribusi.

Sudiasa mengaku dirinya belakangan ini banyak mendengar keluhan masyarakat dan pelaku pariwisata soal pungutan retribusi wisata di Kintamani yang terkesan membabibuta. Yang dikenai retribusi tidak saja wisatawan namun juga warga yang sekedar lewat ke Kintamani bahkan ada warga local setempat.

Dalam rapat kerja yang dilaksanakan belum lama ini, pihaknya sudah sempat menyampaikan keluhan itu ke OPD terkait agar ditindaklanjuti. “Tapi Pemerintah Bangli ini seperti buta bongol dalam menyikapi ini. Kayak menganggap tidak ada persoalan,” ujarnya menyayangkan.

Baca juga:  Tiga Tahun Direlokasi, Korban Bencana di Yeh Mampeh Baru Diberikan Bantuan Isian Hunian Tetap

Semestinya begitu ada banyak keluhan yang muncul, kata Sudiasa, Pemkab segera mengambil sikap dengan turun langsung ke lapangan untuk mencari tahu kebenaran terkait keluhan masyarakat itu. Lembaga yang diberikan kuasa untuk memungut retribusi juga agar dipantau.

Jangan diam saja. Sebab berkali-kali masyarakat dan pelaku pariwisata mengeluhkan hal itu. “Demikian juga soal informasi pungutan Rp 15 ribu yang tidak sesuai dengan Perda, itu harus diinvestigasi,” kata Sudiasa, Minggu (23/8).

Untuk menghindari pungutan yang salah sasaran, dalam aktivitas pemungutan lembaga yang diberi kewenangan memungut retribusi agar memastikan setiap warga yang lewat. Apa benar warga itu ke Kintamani untuk tujuan berwisata, sekedar lewat untuk berbelanja, atau warga itu lewat karena asalnya dari Kintamani. “Jadi harus benar-benar ditanya. Jangan sewenang-wenang orang lewat dipunguti,” uajrnya.

Baca juga:  Ranperda Atraksi Budaya Disahkan, Dewan Tegaskan Tak Ada Mengatur Tajen

Disinggung terkait perlunya ada jalur khusus wisata di Kintamani, Sudiasa mengatakan itu sudah pernah diwanacakan Pemkab Bangli beberapa tahun lalu. Menurutnya jalur khusus itu perlu. Namun demikian ia memaklumi karena kemampuan keuangan daerah yang terbatas Pemkab tidak bisa merealisasikanya.

Di masa pandemi COVID-19 ini ia pun mengusulkan agar pungutan retribusi wisata di Kintamani distop untuk sementara waktu. Alasannya karena melihat kondisi psikologis masyarakat Bali.

Selama pandemi berlansnsung, banyak masyarakat berkeinginan refreshing dan ingin menikmati alam Kintamani. Dengan digratiskan, diyakini akan menarik banyak minat wisatawan berkunjung dan berimbas positif terhadap roda perekonomian masyarakat di Kintamani.

Dikonfirmasi mengenai hal itu, Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan Badan Pengelola Pariwisata Batur Unesco Global Geopark Nengah Suratnata menjelaskan bahwa pungutan retribusi wisata di Kintamani sudah berlangsung sejak tahun 1990. Dalam melakukan aktivitas pungutan retribusi petugasnya selalu didampingi pihak penegak Perda yakni Satpol PP dan Dinas Perhubungan.

Baca juga:  Tambahan Puluhan Kasus COVID-19 Baru dari Kabupaten Luar Bali, Imbas "Work from Bali"?

Dia menegaskan tidak semua orang yang lewat di Kintamani dikenakan pungutan retribusi. Petugasnya biasanya akan menanyakan tujuan warga yang lewat di Kintamani. Apakah untuk berwisata, pulang, atau sekeda lewat menuju Singaraja. “Kalau dia menerangkan tujuannya bukan untuk berwisata tapi sekedar lewat saja ya tidak kena,” terangnya.

Suratnata juga menjelaskan bahwa wisata yang ada di Kintamani tidak saja, alam. Namun juga kuliner. Jadi jika ada warga luar Bangli yang berkunjung ke restoran atau kafe, maka wajib bayar retribusi.

Dia juga mengklarifikasi soal kabar warga local yang dikenai pungutan retribusi. Dijelaskan bahwa warga tersebut asalnya dari Desa Kedisan.

Namun ber-KTP Denpasar. Dalam memberikan keterangan ke petugas pungut, warga itu tidak mengaku pulang ke Kedisan. Namun mengatakan ke Kintamani. Yang bersangkutan juga saat itu bersama rombongan. Sehingga oleh petugas dia dikenai retribusi. (Dayu Swasrina/Balipost)

BAGIKAN

4 KOMENTAR

  1. Pungutan retribusinpariwisata seharusnya secara profesional,ditempat yg memang jalur wisata ,bukan jalan umum,dan kalau bisa cukup sekali pungut untuk satu objectbwisata,bukan setiap gangbatau jalan dipungut,itu namanya pemerasan.bangli harusnya bangga didatangi eisatawan saat ini krn kondisi covid,bukan malahan wisatawan dijadikan sapi perahan…

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *