Salah seorang pedagang tengah menyiapkan lapaknya di parkiran Pasar Badung, Denpasar, Rabu (24/6). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sejumlah pasar tradisional menjadi klaster penyebaran COVID-19. Bahkan sejumlah pasar, seperti Kumbasari dan Galiran, jumlah kasusnya cukup tinggi.

Pascamenjadi klaster penularan COVID-19, pasar-pasar tradisional langsung diminta membentuk Satuan Tugas (Satgas). Satgas utamanya memantau pelaksanaan protokol kesehatan di pasar. Baik ketersediaan sarana prasarana seperti air dan sabun untuk mencuci tangan, hand sanitizer, serta disinfektan, maupun kedisiplinan seluruh stakeholder pasar. “Menurut saya, Satgas juga bisa memberi sanksi kepada siapapun yang tidak disiplin di pasar itu,” ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Wayan Jarta dikonfirmasi, Kamis (25/6).

Baca juga:  Pedagang Pasar Tradisional Dibina, Buah dan Sayur Terkontaminasi Pestisida

Jarta mengaku sudah mengkhawatirkan sejak awal bahwa pasar akan menjadi salah satu tempat yang berisiko tinggi terhadap penyebaran COVID-19. Pasalnya, disana ada interaksi yang bebas dan berdekatan.

Namun, pasar tidak bisa ditutup karena merupakan tempat pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Bisa jadi masyarakat justru akan kelimpungan. “Itu dilematisnya. Karena itu di awal-awal kami sudah sering mengingatkan melalui Dinas kabupaten/kota agar pasar menjadi perhatian khusus untuk penerapan protokol kesehatan,” jelasnya.

Ia pun memastikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok sementara ini belum terpengaruh dengan adanya klaster COVID-19, seperti di Pasar Kumbasari dan Pasar Galiran. Demikian juga tidak ada peningkatan harga yang signifikan. “Yang berpengaruh nanti kan terhadap pasar terindikasi, di situ kan aktivitasnya pasti berkurang. Orang pasti menghindari itu. Tapi, ini kebutuhan. Orang kalau tidak dapat di sana, pasti akan mencari di tempat lain,” imbuhnya.

Baca juga:  Jembrana Perluas e-Retribusi ke 7 Pasar Tradisional

Pergeseran ini, kata Jarta, perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan penyebaran baru di tempat lain. Jarta mengakui pengawasan eksternal dari Dinas memang agak sulit dilakukan karena keterbatasan.

Belum lagi, pasar umumnya hanya ramai di waktu-waktu tertentu, misalnya pagi dari pukul 04.00-07.00. Pembentukan Satgas di internal pasar diharapkan bisa mengoptimalkan upaya pengawasan. Satgas tidak mesti dari pengelola pasar, tapi boleh juga dari pedagang. “Karena ini tanggung jawab bersama biar ikut saling mengingatkan, sehingga ada niatan dari dirinya sendiri untuk disiplin,” terangnya.

Baca juga:  Ribuan Pengunjung Padati "Aceh Night in Bali"

Di beberapa pasar yang berisiko tinggi, lanjut jarta, bahkan diminta membangun posko. Kemudian, aparat seperti TNI/Polri, Satpol PP bersama desa adat dan pecalang juga turut dilibatkan dalam kaitan penertiban kalau ada yang membandel. Desa adat turut digandeng untuk menertibkan karena sebagian pasar rakyat merupakan milik desa adat. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *