Sebuah SPBU di New York memasang tanda tutup seiring diberlakukannya karantina wilayah di negara bagian itu pada 3 Arpil 2020. (BP/AFP)

PARIS, BALIPOST.com – Kebijakan yang diambil untuk memperlambat penyebaran COVID-19 mendorong ekonomi dunia ke jurang resesi yang dalam dan lebih menyakitkan dari yang diprediksi. Meskipun jika pemulihan akan berlangsung pada tahun depan.

Seminggu lalu, dikutip dari AFP, IMF mengeluarkan prediksi terbaru terkait ekonomi global dengan memperhitungkan kerusakan yang saat ini terjadi sejak COVID-19 muncul di Tiongkok pada awal 2020.

Bank sentral Prancis pada Rabu (8/4) waktu setempat mengatakan bahwa ekonomi negaranya berkontraksi sekitar 6 persen di triwulan I 2020, laporan terburuk sejak Perang Dunia II.

Sementara itu, institusi ekonomi terkemuka di Jerman menyatakan bahwa ekonomi teratas di Eropa tersebut akan berkontraksi hampir 10 persen pada triwulan II 2020. Ini akan menjadi kontraksi yang dua kali lebih buruk sejak 2009, ketika Jerman menderita krisis finansial. Dan ini akan menjadikan laporan yang terburuk sejak institut itu mulai menyimpan laporan perekonomian Jerman di tahun 1970.

Baca juga:  Bali Tak Boleh Lalai Antisipasi Bencana

“Di dua triwulan tahun ini, ekonomi dari negara-negara barat hancur,” kata seorang ekonom dari Ostrum Asset Management, Philippe Waechter.

Amerika Serikat agaknya masih di belakang Eropa dalam hal menutup bisnisnya untuk mencegah penyebaran COVID-19. Diperkirakan laporan keuangan pada triwulan I 2020 ini tidak akan terimbas virus ini. Efeknya akan terasa pada triwulan II 2020.

“Sangat tidak mungkin membayangkan Amerika Serikat bisa terhindar dari resesi yang dirasakan dimana-mana,” kata Waechter.

Baca juga:  Gelombang Mulai Bersahabat, Sebagian Besar Nelayan Melaut

Baik California, yang merupakan ekonomi terbesar kelima di dunia, mengalahkan Inggris dan Prancis, serta New York, ibukota keuangan AS, sedang menjalankan kebijakan karantina wilayah.

Sementara itu, WTO pada Rabu mengatakan pihaknya memperkirakan perdagangan dunia akan turun antara 13 hingga 32 persen tahun ini. Direktur Jenderal WTO, Roberto Azevedo, memperingatkan bahwa dunia sedang mengalami resesi ekonomi terdalam yang pernah dialami kehidupan ini.

Disebutkan Kepala Ekonom OECD, Laurence Boone, bahwa setiap bulannya kebijakan lockdown dijalankan, terjadi penurunan 2,0 persen pada produk domestik brutto (PDB) negara itu. “Kita memiliki turunnya produksi sebanyak 25 hingga 30 persen di seluruh negara anggota OECD yang merupakan kumpulan negara-negara industri,” katanya.

Baca juga:  Resmi! Underpass Simpang Tugu Ngurah Rai Dibuka

Dengan tidak adanya kawasan di dunia ini yang tidak terdampak akibat COVID-19, resesi ini diperkirakan berlangsung lebih lama dari yang diharapkan. “Di 2021, kita bisa berharap adanya pertumbuhan sama dengan di masa lalu, namun terdapat juga ketidakpastian,” kata Waechter.

Salah satu pertanyaan besar yang belum terjawab adalah apakah vaksin bisa ditemukan dan dipasarkan secepatnya untuk menghindari adanya gelombang baru infeksi virus ini. Serta bisakah pabrik berproduksi secepatnya.

“Melihat lambatnya pemulihan di Tiongkok, sangat sulit mengatakan jika ekonomi AS dan Eropa akan pulih dalam waktu cepat,” kata Edward Moya, seorang analis di perusahaan perdagangan mata uang asing online, OANDA. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN