
TABANAN, BALIPOST.com – Jalan Denpasar-Gilimanuk yang jebol di wilayah Bajera, Tabanan membuat antrean kendaraan mengular pada Selasa (8/7).
Dari pantauan di lokasi, tidak bisa diaksesnya jalan utama menuju Gilimanuk ini membuat truk dan kendaraan berat terpaksa parkir di pinggir jalan, terutama dari arah timur, mulai dari sekitar SPBU Desa Berembeng. Tak sedikit sopir yang mengaku kehabisan akal dan terpaksa bermalam di kendaraan mereka.
Di antara puluhan sopir yang terjebak, Kasdi (69) asal Kudus, Jawa Tengah, hanya bisa pasrah. Usai mengantar barang elektronik ke Ketewel, Gianyar, pria sepuh ini hendak pulang ke Jawa.
Awalnya, ia tidak tahu bahwa kondisi jalan jebol, karena sudah terlanjur melintas. “Sampai di SPBU Berembeng saya lihat ada kemacetan kendaraan truk sangat panjang di depan saya kira ada demo atau semacamnya, sampai saya tanya warga di sana dikatakan jalan jebol tidak bisa dilewati, akhirnya saya cari lokasi yang longgar supaya bisa parkir dan terpaksa nginep semalam di mobil,” ucapnya
Kasdi mengaku untuk menempuh jalur alternatif lewat Singaraja tentu membutuhkan biaya tambahan, dan rencananya ia akan meminjam uang pada langganannya di usaha rongsokan di wilayah Denpasar agar bisa lanjut pulang. “Jalur Singaraja selain jauh tentu butuh biaya tambahan lagi buat ongkos pulang. Medannya sedikit ekstrem karena penuh tanjakan dan kelak kelok, tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin saya menunggu satu bulan di sini,” jelasnya
Kisah tak jauh berbeda datang dari Idris (39), sopir asal Madura. Truk panjang 10 meter yang dia kemudikan baru saja selesai membongkar kargo dan hendak balik lagi ke Semarang.
Namun, Idris justru harus menunggu di pinggir jalan sejak Senin malam. “Saya sudah tahu dari jam 5 sore kemarin jalan putus. Tapi kantor belum kasih instruksi. Kalau disuruh putar ke Karangasem sih bisa, tapi jauh dan biaya tambah banyak,” jelasnya.
Idris bercerita, dia sempat menunggu bongkaran di kargo selama 10 hari. Setelah itu berencana pulang ke Semarang. “Saya pikir lewat sini aman, apalagi kendaraan sudah kosong ternyata tetap tidak bisa melintas juga,” ucapnya.
Sopir lain, Roni, juga asal Kudus, tampak gelisah. Truknya membawa mesin pengolahan limbah yang juga akan dibawa ke Solo dari Ketewel. Namun karena situasi ini, ia mengaku terpaksa menghubungi pemilik barang untuk meminta tambahan biaya.
“Kalau saya sih setoran, bukan borongan. Jadi ya harus konfirmasi dulu, kalau muter lewat Singaraja risikonya tinggi banget, jalanan sempit, bukit-bukit,” ujarnya. “Kalau lewat Karangasem juga risiko ada, tapi lebih mendingan.”
Menurut Roni, jalur Gitgit dan Bukit Buleleng memiliki tingkat risiko 70 persen, terutama untuk truk besar. Sedangkan jalur Karangasem ia nilai punya risiko 50 persen. “Makanya kami lebih pilih nunggu kabar dulu.”
Kapolsek Selemadeg, Kompol I Wayan Suastika, mengatakan, banyak truk yang parkir karena mereka sejak kemarin sudah terlanjur sampai di jalur dekat lokasi ambrolnya jalan nasional. “Para sopir ini masih tunggu perintah dari bos mereka, apakah harus putar balik atau bagaimana nantinya,,” ujarnya saat ditemui di lokasi, Selasa (8/7).
Menurut dia, sebagian sopir mengaku belum mengetahui informasi penutupan jalur. Ada pula yang nekat tetap menuju lokasi berharap bisa lewat, atau mencari jalur alternatif, namun akhirnya terjebak karena kapasitas jalan alternatif tak mencukupi. (Puspawati/balipost)