Krama Bali sebagian mengeluh soal ketentuan nyengker setra selama Karya Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih, terutama bagi yang mereka memiliki kematian. Kalau di desa, masyarakat sudah biasa menanam atau mengubur jenazah keluarga yang meninggal.

Sementara bagi warga di perkotaan, akan menjadi masalah utama. Warga umumnya ngaben, jarang mau mengubur. Ini juga dibenarkan oleh ajaran agama untuk apa lama-lama jenazah dibiarkan.

Baca juga:  Digelar Setelah Ratusan Tahun, Gubernur Koster Bersyukur Ikuti Puncak Panca Wali Krama Pura Lempuyang

Pandangan sulinggih pun juga berbeda. Makanya ada yang selama nyengker setra ini melakukan kremasi agar jenasah tetap diaben. Alasannya, tidak menggunakan bahan bakar dan mengeluarkan asap, namun dioven sehingga tak termasuk kategori ngeletehin.

Sementara warga lainnya taat dengan surat edaran PHDI Bali untuk tidak ngaben hingga berakhirnya  upacara di Besakih. Akhirnya banyak jenazah dititipkan di rumah sakit dengan biaya mahal hingga Rp 250 ribu per hari.

Baca juga:  Kontroversi Viking Sun

Nah, mana yang benar ini, umat perlu pencerahan karena agama pada dasarnya memberikan pencerahan. Coba bayangkan, kita bisa habiskan dana Rp 10 juta untuk biaya menitipkan jenazah dalam sebulan. Mari kita saling memberikan pemahaman yang benar.

Nang Eca

Kesiman, Denpasar Timur

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *