Ilustrasi. (BP/dok)

BANGLI, BALIPOST.com – Seorang warga di Banjar Kedui, Desa Tembuku Bangli meninggal dunia setelah sempat digigit anjing peliharaannya sekitar dua bulan lalu. Warga yang bernama I Nengah Nedeng (47) menghembuskan nafas terakhirnya di RSU Bangli, Kamis (28/2).

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli dr. Nengah Nadi saat dikonfirmasi Minggu (3/3) menerangkan, kronologis kejadian berawal saat keponakan korban digigit anjing peliharaannya pada 21 Desember. Keesokan harinya korban berinisiatif memotong taring anjing peliharaannya itu dengan maksud agar tak lagi mengigit anggota keluarganya yang lain.

Namun apes, ketika memotong taring, anjing peliharannya tersebut berontak dan langsung mengigit jari tangan korban. Karena luka yang ditimbulkan kecil, korban saat itu hanya mencuci luka di tangannya dengan sabun dan air mengalir tanpa meminta VAR ke puskesmas. “Sedangkan keponakannya yang tergigit sehari sebelumnya sudah datang ke layanan kesehatan dan sudah mendapatkan VAR lengkap,” terangnya.

Baca juga:  Diduga Terpleset, ABK Ditemukan Meninggal

Sehari setelah kejadian tersebut, anjing itu sempat menghilang semalam. Baru keesokan harinya kembali ke rumah.

Namun, setelah itu menghilang lagi hingga tak diketahui keberadaannya sampai sekarang. Lanjut dijelaskan dr. Nadi, pada 25 Februari, korban mulai mengalami sesak, sulit menelan, dan dada terasa sakit.

Sekitar pukul 17.00 Wita, korban mendatangi dokter swasta untuk berobat. Oleh dokter, korban saat itu dinyatakan mengalami gejala maag dan diberikan obat sesuai keluhannya.

Selang dua hari kemudian, kondisi kesehatan korban semakin memburuk. Korban mengalami keluhan sesak, nyeri dada, sulit menelan, mual, muntah hingga akhirnya dilarikan ke UGD RSU Bangli.

Baca juga:  Tiba-tiba Masuk Mobil dan Hendak Ambil Tas di Bandara Ngurah Rai, WN Amerika Diamankan

Awalnya korban ditangani dokter spesialis jantung. Namun dalam perkembangannya pihak RSU kemudian mengkonsultasikan keluhan korban ke spesialis saraf lantaran pasien mengeluhkan sulit menelan, takut minum air, hydrophobia dan aerofobia.

Dari anamesis, ditemukan adanya riwatan gigitan dan tidak mendapatkan penanganan sesuai SOP. Tak berapa lama kemudian korban mulai mengalami gelisah, hypersensitiv, hydrofobia, aerofobia, fotofobia, hypersalivasi, dan inkoordinasi.

Oleh pihak rumah sakit, pasien dirawat diruang isolasi dan diberikan penanganan sesuai tatalaksana medis. Mengetahui kejadian itu, pada 28 Februari siang tim Dinas Kesehatan Provinsi Bali dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli melakukan kunjungan ke RSUD Bangli untuk melihat langsung kondisi pasien.

Saat itu pasien relatif tenang karena pengaruh terapi (sedatif), sesekali meringis/gelisah, sulit minum, tidak mau memakai O2 (Aerofobia), hipersalivasi, keringat banyak (hyperydrosis), takut minum air (Hydrofobia), dan fotofobia hingga lampu di ruang perawatan dimatikan.  Kondisi korban semakin memburuk sekitar pukul 22.00 Wiita.

Baca juga:  Sejumlah Guru di Jembrana Terkonfirmasi COVID-19, Ini Usulan PGRI

Korban mulai tidak stabil dan kesadaran menurun. “Sekitar pukul 23.55 Wita pasien dinyatakan meninggal dengan diagnosis Ensefalitis e.c virus rabies,” jelas dr. Nadi.

Pascakejadian itu, pejabat asal Karangasem ini mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli untuk melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) dan langkah-langkah penanggulangan di lapangan. Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli bersama Dinas Peternakan dan Puskesmas Tembuku I telah melakukan PE ke Banjar Kedui Desa Tembuku, dan melakukan penanggulangan di lapangan dan tatalaksana kasus yang kontak erat dengan pasien. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *