Ilustrasi. (BP/Istimewa)

Gubernur Bali Wayan Koster sempat menyoroti kampanye KB (Keluarga Berencana) cukup dua orang anak laki dan perempuan sama saja di Bali dihentikan. KB harus diartikan sebagai Keluarga Bahagia. Di Bali, Keluarga Bahagia dengan empat orang anak, yakni Wayan atau Putu atau Gede sebagai anak pertama, disusul Made atau Nengah, lalu Nyoman atau Komang, dan Ketut sebagai anak bungsu.

Hal ini untuk tetap melestarikan nama Nyoman dan Ketut sebagai ciri khas nama asli orang Bali, pengusung adat dan budaya Bali. Jika KB dengan hanya dua orang anak, dikhawatirkan nama Nyoman dan Ketut akan punah di tanah Bali. Pengusung adat dan budaya Bali pun akan menjadi kurang lengkap tanpa ada nama Nyoman dan Ketut.

Jika dikembalikan kepada definisi KB (Keluarga Bencana) secara harfiah, yakni keluarga yang berencana, memiliki rencana atau terencanakan. Rencana untuk tujuan keluarga yang sehat, sejahtera, dan bahagia. Ini sesuai UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. KB merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Baca juga:  Aturan Jelas, Kompromi Jalan Terus

Keluarga berkualitas sudah tentu yang sehat, sejahtera, dan bahagia lahir batin. Meski, harus diakui ada yang merasa bahagia memiliki banyak anak, terutama bagi mereka yang ekonominya berkecukupan. Namun, ada juga yang merasa bahagia dengan dua orang anak saja, dengan pertimbangan kemampuan mencukupi kebutuhan jasmani dan rohani mereka.

Di Bali (baca orang Bali) sendiri, menurut hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, semakin banyak anggota rumah tangganya semakin tinggi pula indeks kebahagiaannya. Anggota rumah tangga dengan empat orang anggota (ibu, ayah, dan dua orang anak) merupakan keluarga paling bahagia menurut hasil survei tersebut.

Baca juga:  Perimbangan Keuangan dan Angka Pengangguran

Bahkan, beberapa merasa nyaman dan bahagia memiliki anak dua saja, apalagi sudah lengkap laki-laki dan perempuan. Alasannya, lebih kepada faktor ekonomi, biaya hidup terutama di perkotaan yang makin sulit.

Namun bagi mereka yang anak pertama, kedua dan ketiganya perempuan semua, ada kecenderungan ingin mempunyai anak lagi supaya ada anak laki-laki. Maklum, sistem waris di Bali menganut sistem patrilineal, alur keturunan atau penerus keluarga dari pihak ayah (laki-laki). Terutama, dalam hal tanggung jawab sosial adat di desa pakraman/adat.

Kondisi ini tidak hanya dapat diartikan kampanye program KB sangat berhasil di Bali. Lebih dari itu, meningkatnya kesadaran masyarakat Bali akan keluarga yang sehat, sejahtera, dan bahagia. Pertanyaannya, jika tingkat perekonomian masyarakat Bali meningkat dan kesejahteraannya meningkat, apakah keinginan untuk memiliki anggota rumah tangga juga meningkat?

Baca juga:  Mengawal Masa Depan Anak dan Membahagiakannya

Yang berarti nama Nyoman dan Ketut akan muncul lagi? Barangkali harus dikembalikan kepada tujuan utama KB itu sendiri. Yakni membangun keluarga yang terencana mulai dari usia pernikahan, kehamilan, jarak kehamilan dan lainnya untuk mewujudkan keluarga sehat, sejahtera, dan bahagia.

Sah-sah saja dan wajar hak untuk memiliki banyak anak, asalkan segala kebutuhan lahir batin mereka dapat terpenuhi. KB harus menjadikan Keluarga Bali Keluarga Bahagia, entah dengan dua orang anak saja atau empat bahkan lebih dari empat anak.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *