Salah satu upaya Dinas Kesehatan dalam penanganan penyakit TBC dengan mendatangi langsung ke rumah pasien. Dalam setahun ini, sudah 9 pasien mati karena penyakit menular ini. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Selain penyakit HIV/AIDS, penyakit Tuberculosis (Tbc) yang sifatnya menular juga dampaknya sangat berbahaya. Bahkan dalam setahun lalu sudah ada 9 orang yang meninggal akibat mengidap penyakit ini. Masyarakat masih belum menyadari bahaya penularan Tbc, padahal penyakit ini paling mudah menularkan.

Kepala Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada Dinas Kesehatan Jembrana, I Gusti Oka Parwata, Senin (14/1) mengungkapkan, dalam setahun lalu kasus Tbc yang terdata dan ditangani Diskes mencapai 193 dari target 296 kasus. Sedangkan penemuan terduga Tbc masih sekitar 1926 atau 65% dari target 70% (2960).

“Dari jumlah kasus yang kita tangani itu keberhasilan follow up (konversi) 86 persen dari target 80 persen dan keberhasilan pengobatan atau succes rate 91 persen dari target 90 persen,” terangnya.

Baca juga:  Nasional Catatkan Kenaikan Kasus COVID-19 di Bawah 6.000

Ditambahkan Oka, kendatipun Jembrana dengan anggaran minim untuk pencapain program pengendalian TBC dibandingkan dengan kabupaten lain masuk peringkat tiga di Provinsi Bali. Salah satu upaya yang dilakukan di antaranya tindakan promotir preventif. Salah satunya melalui penjaringan langsung ke rumah-rumah atau program ketok pintu sampai tiga kali setahun. “Setiap kali kegiatan ketok pintu selama sebulan menyasar minimal seribu rumah,” tandasnya.

Sedangkan dalam upaya penanganan, dimaksimalkan penguatan pengawasan minum obat pasien. Bila pasien tidak datang saat tiga hari sebelum jadwal pengambilan obat, akan didatangi petugas ke rumah.

Baca juga:  Dari Sebelum Ditemukan Tewas dengan Kondisi Bugil hingga WHO Minta Negara Waspadai Varian Baru COVID dari Brazil

Tidak rutinnya pasien dalam mengkonsumsi obat menjadi salah satu kendala penanganan penyakit ini. Tingkat kepatuhan pasien minum obat diakuinya cenderung lemah. Karena tahap pengobatan ini memang memerlukan jangka waktu yang panjang yakni minimal 6 bulan.

“Karena itu perlu pengawasan ekstra ketat. Masih banyak yang belum menyadari bahaya penularan TBC ini, padahal (TBC) paling mudah ditularkan,” tambah Oka.

Dalam hal kualitas penanganan, Dinas juga melakukan penguatan kapasitas petugas pemegang program serta petugas laboratorium melalui pelatihan-pelatihan rutin tiap tahunnya. Jembrana juga saat ini disokong adanya mesin Tes Cepat Molekuler (TCM) di RSU Negara. Sehingga untuk pemeriksaan dahak, lebih akurat dari pemeriksan yang biasa dilakukan secara mikroskopic.

Baca juga:  Dinkes Badung Ingatkan Penerima Vaksin Covid-19 Tetap Patuhi Prokes

Masyarakat juga harus memahami bahwa TBC juga berdampak mematikan. Salah satunya bila kolaborasi TBC-HIV atau TBC-DM maupun kolaborasi kedua-duanya. Dalam setahun ini, sudah ada 9 orang meninggal. Khususnya yang TBC MDR (multi drug resisten). Menurutnya perlu tenaga khusus atau kader yang khusus setiap hari mengawasi dan menjaring terduga TBC dari 15 orang kontak dalam satu rumah. (surya dharma/balipost)

 

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *