Tumpukan sampah baik organik dan anorganik di TPA Mandung. (BP/dok)

Sampah menjadi masalah dunia. Bukan saja dihadapi kota-kota besar, namun juga kota kecil dan pedesaan. Di Bali nyaris semua daerah dan kabupaten tak memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang representatif. Artinya aman bagi warga dan dikelola secara profesional.

Lihat saja TPA Suwung kini juga bermasalah karena overload. Sampah menjadi listrik tinggal impian. Di daerah lebih parah lagi. TPA banyak diprotes warga lantaran menggunakan jurang. Lihat saja di Kecamatan Dawan, Klungkung, walaupun pemkab sudah memiliki TPA namun warga pemilik lahan di sampingnya mengeluh karena berdampak jelek.

Bau tak sedap dan nyamuk serta banyak lalat. Ini yang kita katakan belum nyaman sepenuhnya. Seharusnya TPA jauh dari permukiman.

Di Denpasar jangan kaget jika datang pagi hari di Pasar Kreneng. Di TPS bagian barat sampah sampai meluber ke jalan. Itu hanya produksi sampah semalam di Pasar Asoka. Bayangkan kalau benar-benar 24 jam kondisinya jauh lebih memprihatinkan. Penanganan sampah harus dilakukan secara holistik dari hulu ke hilir. Budaya tertib membuang sampah tetap diperlukan, namun diikuti langkah manajemen sampah yang baik.

Baca juga:  Mengoptimalkan Antisipasi Bencana

Ada yang mengatakan masalah sampah sebenarnya ada di rumah tangga. Jika dari rumah tangga sampah dimanajemen dengan baik yakni dipilah dan ditangani lewat swakelola atau lewat DLH itu artinya setengah pekerjaan selesai. Sisanya kita mesti berpikir soal TPA. Nah, mengingat sulit mencari lahan untuk TPA yang representatif, sudah saatnya ilmuwan dilibatkan. Alternatif menggunakan pembakaran sampah dengan tenaga listrik atau nuklir. Kita tentu tak boleh berpikir sampah itu hanya dihasilkan lewat rumah tangga, namun juga banyak berupa sampah rumah sakit, hotel dan restoran.

Baca juga:  Jadikan Kebudayaan Fondasi Penataan Kota

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyebutkan Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia yang dibuang ke laut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun di mana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Menurut sumber yang sama, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikel-partikel kecil yang disebut microplastics dengan ukuran 0,3 – 5  milimeter.

Microplastics ini sangat mudah dikonsumsi oleh hewan-hewan laut, kemudian dikonsumsi oleh manusia. Sampah di darat lebih berbahaya lagi. Selain membuat lingkungan tak hegienis juga membahayakan manusia.

Baca juga:  Jadi Narasumber Seminar Nasional Pengolahan Sampah, Bupati Suwirta Dorong Akademisi dan Peneliti Saling Melengkapi

Seorang dosen di Bali pernah meneliti bahwa kualitas daging sapi sekitar TPA Suwung kurang baik karena terbiasa makan sisa makanan dan sampah. Nah, ini artinya sampah menjadi ancaman bagi manusia. Jangan kita menunggu korban berjatuhan. Apalagi terjadi di Bali sebagai destinasi wisata dan wajah Indonesia di mata dunia.

Masalah sampah harus dijaga benar. Yang kita perlukan adalah teknologi pengolahan sampah. Apa pun jenis sampah bisa dibakar dan menghasilkan energi terbarukan. Jika pabrik pemusnah sampah sudah ada berapa pun volume sampah di Bali tak perlu dikhawatirkan. Kita berharap besar pada Gubernur Wayan Koster. Di sinilah pentingnya one island management, cerdas dan cepat tanggap soal sampah.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *