Inspeksi lapangan yang dilakukan LeSos dalam penilaian sertifikasi organik di Desa Munduk Temu, Pupuan beberapa waktu lalu. (BP/san)

TABANAN, BALIPOST.com – Sebanyak 40 hektar lahan perkebunan kopi robusta di Desa Munduk Temu, dibawah kelola kelompok tani Wana Lestari lolos dalam penilaian sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LeSos).

Menurut Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Tabanan, Dewa Ketut Budidana Susila, pihak LeSos menyatakan kelompok tani Wana Lestari lolos mendapatkan sertifikat organik dengan catatan harus memenuhi beberapa rekomendasi
yang diminta dan kelompok tani harus segera mendapatkan pelatihan ICS atau Internal Control System.

‘’Tim dari LeSos saat inspeksi kemarin telah memberikan beberapa rekomendasi  dan diminta untuk segera dilengkapi agar sertifikatnya bisa diterbitkan.  Selain itu juga kelompok tani harus mengikuti pelatihan ICS. Untuk ini dikoordinasikan
dulu apakah yang memberikan pihak LeSos atau dari Universitas Udayana,’’ jelas Dewa Budi, Minggu (4/11).

Baca juga:  Jumlah Naker Bali 2,5 Juta, Bersertifikasi Kompetensi Baru 118.979 Orang

Proses sertifikasi organik  untuk  kopi robusta di Munduk Temu Pupuan ini sudah berjalan sejak tahun 2017. Namun sebenarnya di kelompok tani Wana Lestari sudah mengembangkan kopi organik sejak tahun 2012 seluas 10 hektar. Sehingga, luasan ini kemudian dikembangkan menjadi 40 hektar untuk mendapatkan sertifikat
organik.

Menurut Dewa Budi untuk bisa menjadi perkebunan organik dan mendapatkan sertifkat memerlukan waktu setidaknya tiga tahun. Sehingga program yang di mulai tahun 2017 ditargetkan mendapatkan hasilnya tahun 2019 mendatang.

Untuk pendanaan sendiri lanjutnya didapatkan dari dana APBD dimana tahun 2017 pendanaan digunakan untuk pengumpulan data dan tahun 2018 untuk  proses sertifikasi organik. Program sertifikasi organik ini tidak hanya berhenti di Desa Munduk Temu saja. Tetapi 30 subak abian yang ada di Pupuan akan didorong untuk menerapkan pertanian organik dan mendapatkan sertifikat organik.

Baca juga:  Kroser Diva Peringkat II Nasional

Selain Desa Munduk Temu, kata Dewa Budi sebenarnya di Desa Sanda, Pupuan juga ada perkebunan kopi organik ada yang sudah memiliki sertifikat. Tetapi sertifikat ini sudah kadulawarsa dan memerlukan perpanjangan kembali.  ‘’Sehingga ke depan seluruh subak abian ini akan didorong untuk menjalani proses sertifikasi termasuk di Desa Sanda yang sertifikatnya sudah kadaluwarsa dan perlu perpanjangan,’’
ujar Dewa Budi.

Untuk bisa menjadi perkebunan organik, tentu harus bebas bahan kimia. Konsekuensi di awal dipastikan ada penurunan produksi kopi. Setidaknya selama lima tahun. Karenanya dalam menjalankan program ini memerlukan kesiapan dan komitmen petani. Namun dengan menjadi perkebunan organik dan mendapatkan sertifikat organik, petani akan mendapatkan nilai lebih dimana harga jual kopi dari perkebunan organik jauh lebih tinggi dibandingkan yang konvesional atau masih memakai kimia. Terlebih beberapa Negara pengeksport kopi seperti Italia meminta syarat kopinya harus dari perkebunan organic dan ada sertifikatnya. Sehingga dengan memiliki sertifikat organik, tujuan ekspor kopi robusta Pupuan bisa lebih luas lagi.  (wira sanjiwani/balipost)

Baca juga:  Kendala Kutu, Ekspor Beras Merah Cendana Tahap II Dibatalkan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *