Kepala Dinas Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karangasem, I Nyoman Suadnya. (BP/nan)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Puluhan warga di Karangasem mengurungkan niatnya untuk bertransmigrasi. Pembatalan untuk bertrasmigarais itu dilakuman lantara kondisi Gunung Agung dinilai mulai membaik.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karangasem, I Nyoman Suadnya, Minggu (9/9).

Suadanya mngungkapkan, saat erupsi Gunung Agung beberapa waktu lalu, warga karangasem memang cukup banyak ingin bertransmigrasi. Hanya saja, melihat belakangan kondisi Gunung Agung semkain terlihat membaik, warga akhirnya memutuskan untuk membatalkan niat untuk bertrasmigrasi.

Baca juga:  Dua Pekan Dibuka, Monkey Forest Ubud Mulai Alami Peningkatan Kunjungan

“Warga yang mebatalkan mengikuti program transmigrasi sebagian besar berasal dari Desa Sebudi,Selat. Sebelumnya warga yanf mendaftar transmigrasi sekitar 37 KK (Kepala Keluarga). 34 KK dari Sebudi mengundurkan diri. Sedangkn 3 KK dari Desa Lebu, Kecamatan Sidemen masih diseleksi,”ungkapnya.

Dia menjelaskan, untuk tahun 2018 ini, Karangasem mendapatkan kuota 15 KK yang berangkat untuk bertransmigrasi. Hanya saja, karena banyak warga yang mengundurkan diri, maka sisa kuota diserahkan kembali ke Provinsi Bali.”Tiga KK yang bertahan akan bertransmigrasi ke Wetangko, Sulawesi Tengah,”katanya.

Baca juga:  Dua Pemedek Cidera Saat Ritual ‘’Pakelem’’ di Gunung Agung

Menurut dia, pihaknya bersyukur mereka mengundurkan diri. Sebab,  transmigrasi bukan solusi terbaik untuk hindari masalah. Karena kalau masalah masih bisa dipecahkan, pihaknya meminta supaya warga tidak bertransmigrasi. “Transmigrasi pilihan paling akhir. Kalauasih bisa bertah lebih baik tinggal di Bali,”tegasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, warga yang ikut program transmigrasi akan mendapat tanah 2 hektare dari pusat. Yakni 6 are untuk pekarangan serya rumah. 94 are lahan pertanian untuk di garap, dan 1 hektare lahan hutan. Untuk lahan pertanian yang digarap bisa menjadi hak milik dan disertifikatkan setelah 5 tahun. Sedangkan lahan hutan bisa dimilikinya peserta transmigrasi ketika sudah berhasil ditanami, dan menghasilkaan seesuatu untuk bisa dikonsumsi. (eka prananda/balipost)

Baca juga:  Pengungsi Bingung Kapan akan Dipulangkan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *